Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis buku “Kalau Cinta, Nikah Aja!” sekaligus warga Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang-Mabar
Beginilah suasana Danau Sano Nggoang sekitar pukul 09.00 WIT pada Kamis 7 November 2019 lalu di saat saya berkunjung. Tepatnya setelah bedah buku saya dan Bung Muhammad Achyar yang berjudul “Selamat Datang Di Manggarai Barat” pada Sabtu 2 November 2019 silam.
Pada kesempatan ini saya ditemani oleh adik sepupu saya dari Cereng, Jihad Akbar (Bapaknya Sira). Di sela-sela kunjungan ini saya sempat mengambil sekitar 100 jepretan alias foto Danau dan sekitaran Danau. Termasuk memotret kuburan di sebelah barat dan tempat permandian sekitaran Danau yang berada di sebelah timur jalan Danau.
Suasananya indah dan bikin ketagihan. Saya pun sempat mandi di sekitaran Danau ini selama sekitar 1 jam. Saya sendiri sudah pernah berkunjung ke beberapa Pulau seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, dan Sumbawa, namun saya tak menemukan Danau seindah Danau Sano Nggoang. Pokoknya salah satu Danau terbesar di NTT ini tarik banget.
Sebagai warga biasa, saya memohon dengan sangat agar para tetua dan generasi muda Kecamatan Sano Nggoang yang saya banggakan mau menjaga Danau ini dengan baik. Jangan mudah tergoda dengan rayuan dan kepentingan apapun yang terlihat manis dan menggiurkan, tapi dengan mengorbankan anak-cucu kita sendiri dalam waktu yang panjang.
Ya, semoga Danau ini terus terjaga dan tidak tergadai hanya demi syahwat jangka pendek atau kepentingan kapital dengan “isme”-nya, sehingga para warga dan pengunjung pun masih bisa dan tetap menjadwalkan untuk berkunjung, serta wisatawan luar daerah dan asing pun semakin nyaman pula untuk berkunjung.
Kuncinya adalah duduk bersama antar pemerintah dan warga setempat untuk membincang soal Danau ini. Sehingga Danau ini dikelola secara produktif, kreatif dan ekonomis, dengan tetap menjaga kekhasannya, termasuk menjaga potensinya dari sisi ekologi.
Lebih praktis, saya mengusulkan beberapa hal sederhana sebagai berikut:
PERTAMA, bangun kolam renang yang layak pakai dengan fasilitas yang sesederhana mungkin. Saya melihat sendiri di sebelah timur Danau terdapat aliran air yang cukup hangat. Walau debit airnya terlihat kecil, kalau ditampung dengan baik, airnya bakal menjadi kolam renang yang fantastis. Hal ini bisa mencontoh Kuningan, Jawa Barat dengan kolam renang Sangkanhurip-nya.
KEDUA, membangun kantor pusat pelayanan. Di kantor ini nanti terdapat berbagai pelayanan untuk jasa renang, termasuk informasi mengenai kunjungan wisata, termasuk wisata adat, dan sebagainya. Sehingga Danau ini tertata lebih rapih dan lebih produktif.
Warga setempat bisa dijadikan elemen utama dalam menjalankan manajemen pengelolaan Danau secara terpadu. Dampaknya nanti adalah bertumbuhhnya ekonomi dan kesejahteraan warga, lebih khususnya warga sekitar.
KETIGA, membangun Home Stay atau House Hotel (Hostel) yang bisa dijadikan tempat istirahat atau tinggal bagi pengunjung. Bahkan bila perlu dibangun juga pusat belanja sesuai kebutuhan, lebih-lebih yang bersifat mendesak. Seperti makanan ringan, minuman-minuman, sabun mandi, pakian mandi, dan lain-lain.
KEEMPAT, membangun pusat keamanan dan pelayanan kesehatan darurat. Karena ini nanti jadi tempat kunjungan bagi banyak orang, maka aspek keamanan dan kesehatan juga mesti menjadi perhatian serius dan perioritas. Mobil pelayanan pun mesti disediakan juga.
Sebetulnya masih banyak usulan saya untuk saya sampaikan, namun sementara ini saya cukupkan dulu dengan beberapa hal seperti yang saya sampaikan pada tulisan ini. Di lain kesempatan saya bakal terus memberi masukan, semoga ada kesempatan lagi.
Bahkan dalam rencana saya yang sudah saya tulis beberapa waktu lalu, saya dalam waktu dekat (2020-2021) bakal menulis buku khusus seputar Danau Sano Nggoang ini. Saat ini saya masih mengumpulkan bahan, baik buku maupun tulisan lepas dari banyak penulis, termasuk juga dari sumber media massa juga online.
Di samping itu, dalam waktu dekat saya juga bakal bertemu beberapa tokoh yang paham tentang Danau terbesar di Manggarai Barat atau Mabar ini dari berbagai sisinya. Bukan saja aspek sejarah dan geografinya, tapi juga aspek lingkungan juga mistisnya.
Sungguh, ini kekayaan warisan para leluhur. Empo Do agu Empo Leso. Bukan warisan para pemangsa yang datang dan berniat merusak kekayaan para leluhur itu. Sesaat mungkin terlihat baik, tapi pengalaman di banyak tempat justru mereka menjarah; pada saat yang sama warga hanya menjadi objek komoditi para penjarah alias kekuatan kapital dengan isme khasnya.
Ya, Danau Sano Nggoang mesti dijaga keaslian dan keeksotikannya. Jangan biarkan ia dijarah atas nama apapun. Kita semua mesti menjaganya. Bila tidak, nanti dampaknya bakal menyusahkan warga sekitar bahkan semua warga Kecamatan Sano Nggoang. Ya kita semua. (*)
Perpustakaan Rumah,
Kamis 16 Januari 2020.