ARLISAKADEPOLICNEWS.COM, MBAY– Sejak memisahkan diri dari Kabupaten induk Ngada, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi menjadi Kabupaten devenitif pada 2007 silam.
Namun hingga memasuki usia yang ke 13 tahun, masih banyak persoalan di sektor pembangunan yang masih belum tuntas diselesaikan Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Nagekeo.
Salah satunya adalah pembangunan fasilitas rumah jabatan bagi Bupati, Wakil Bupati dan Ketua DPRD yang hingga saat ini masih terkatung-katung proses penyelesaiannya.
Sejak periode pertama hingga memasuki periode ke tiga, Bupati Nagekeo dari periode ke periode diketahui masih menggunakan Rumah Jabatan (Rujab) Camat Aesesa sementara Ketua DPRD Nagekeo menempati rumah pribadi yang berada di kecamatan Boawae. Sedangkan untuk Wakil Bupati, Rujab Sekcam Aesesa yang sedianya disiapkan untuk Wakil Bupati namun, pasca ditinggal Almarhum Paulus Kadju, tidak pernah ditempati Wabup penerusnya. Wakil Bupati periode 2013-2018 Paul Nuwa Feto yang kala itu berpasangan dengan Bupati Elyas Djo memilih tinggal di rumah pribadi. Sementara itu Wakil Bupati Marianus Waja yang saat ini sedang menjabat memilih kontrak di rumah warga.
“Sejak dimekarkan dari Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo belum memiliki Rumah Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo. Yang ditempati oleh Bupati Nagekeo adalah Rumah Dinas Camat Aesesa, sementara untuk Wakil Bupati Nagekeo, Pemda Nagekeo menyewa salah satu rumah warga sebagai rumah jabatan wakil bupati,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Nagekeo Lukas Mere kepada Arlisakadepolicnews.com pada Senin (27/10).
Mantan Kadis Perikanan dan Kadis P&K Kabupaten Nagekeo ini menyatakan bahwa Pemda Nagekeo tetap berupaya agar Kabupaten Nagekeo dapat memiliki rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati yang layak dan representatif
“Tetapi terlebih dahulu, harus kita selesaikan dulu permasalahan soal status tanah,”ungkapnya.

Lukas melanjutkan bahwa Pemda Nagekeo sedang menelusuri persoalan tentang status tanah rumah jabatan.”Sementara kami pelajari, apakah akan disewa belikan atau diganti rugi, harus kita pelajari dahulu. Karena persoalan ini sudah berurat akar dan diwariskan terus. Tetapi pada prinsipnya, Pemda tidak tinggal diam untuk mengatasi persoalan rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati ,termasuk rumah jabatan Pimpinan DPRD,” tegasnya.
Di tempat terpisah Kepala Bagian (Kabag) Umum Beni Lado membenarkan bahwa pihaknya menyewa rumah warga warga untuk dijadikan Rumah Jabatan Wakil Bupati Nagekeo.”Pemda memang menyewa rumah warga sebagai rumah jabatan Wakil Bupati. Anggarannya diambil dari pos anggaran sewa rumah. Pos itu termuat dalam DPA, karena Kabupaten Nagekeo belum memiliki rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati,”jelasnya.
Sejak dilantik pada akhir 2018 lalu Wakil Bupati Nagekeo langsung menempati rumah kontrakan milik warga dengan biaya kontrak sebesar Rp. 5.000.000/bulan yang diambil dari pos anggaran sewa rumah. Memasuki tahun 2020, akibat rumah tersebut dinilai tidak memenuhi standar akhirnya dicari kontrakan baru yang lebih memenuhi persyaratan sebagaimana rumah jabatan seorang Wakil Bupati.
“Karena di bawah terlalu sempit, karena dikontrak sebagai rumah jabatan kan, kalau ruang makan tidak mungkin bergabung dengan pembantu, jadi agak terganggu dengan rumah jabatan lama” ujarnya.
Saat ini kata Beni Lado Wakil Bupati Nagekeo sudah dalam proses menempati rumah kontrakan baru yang lebih memenuhi standart dengan biaya kontrak per bulan Rp.7.750.000.
“Kita kontraknya per tahun jadi kalau 1 bulan Rp.7.750.000 kalau satu tahun berkisar sekitar Rp.93.000.00” katanya.
Menanggapi persoalan tersebut Sekretaris Komisi lll DPRD Nagekeo Isidorus Goa mendesak Pemerintah agar secepatnya menyelesaikan persoalan terkait rumah jabatan.
“Kami meminta pemerintah supaya secepatnya menyelesaikan persoalan tanah, tukar guling tanah dengan tokoh masyarakat, bangunan rumah jabatan itu sudah ada dan tidak dilanjutkan supaya dapat ditempati Bupati, Wakil Bupati dan Pimpinan DPRD, sehingga Wakil Bupati itu tidak dari rumah ke rumah hidup “nomaden”, jangan sampai dia (Wabup) dari rumah ke rumah hanya untuk mencari penginapan, itu memalukan sekali” ujar Isidorus.
Isidorus berharap agar hal tersebut tidak berlangsung lama sebab Pemerintah sudah menggelontorkan anggaran yang cukup banyak untuk pembebasan lahan dan biaya pembangunan Rujab.
“Nagekeo kita sudah berusia 13 tahun, masa selama 13 tahun tidak bisa selesaikan masalah tanah? beratnya di mana? Rumitnya di mana? Uang pemerintah ada” sergahnya.
Menurut Isidorus jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan maka akan berdampak pada keuangan daerah. Sebab biaya yang sudah dikeluarkan lumayan besar. Pemerintah dalam hal ini harus mempertanggungjawabkan keuangan yang sudah dikeluarkan. Pasalnya hingga saat ini bangunan rujab tersebut seolah mubazir dan tidak kunjung diselesaikan persoalannya.
“Bentuk pertanggungjawaban pemerintah seperti apa terhadap uang negara ini” tutupnya.(**)








