Opini : Kita Diantara Kesalahan Berfikir & Kecelakaan Berfikir

  • Whatsapp

Oleh : Adhy Panrita.
Supervisor Riset Indonesia Local Victory ( ILV)

Tak banyak. Tapi ada. Beberapa orang yang lebih suka saya sebut selaku penderita disabilitas akal. Kenapa demikian, karena saya melihat orang-orang ini keseringan mengalami “kecelakaan berfikir”.

Muat Lebih

banner 728x90

Macam-macamlah penyebabnya. Ada yang mungkin karena kurang berdzikir. Ada yang mungkin karena dalam hidupnya ia kikir. Ada pula yang mungkin karena hatinya memang sudah terkikis oleh rasa malu. Pun ada karena mungkin kebiasaannya yang nyiyir. Apalagi kebiasaan itu didukung oleh tangan-tangan usil nan jahil. Dikit-dikit ia buat status dimedsos, WA, FB, Twitter dst.

Meski demikian, penyebab kecelakaan berfikir sesuai teori transportasi (lalu-lintas) pasti terjadi karena adanya kesalahan berfikir. Orang selaku pengguna jalan raya, yang tidak mematuhi aturan lalu lintas misalnya, berpotensi besar mengalami kecelakaan lalu lintas.

Naik motor, dengan kecepatan tinggi, apalagi dengan ugal-ugalan, pasti jauh lebih berpotensi mengalami kecelakaan ketimbang yang tidak melakukan itu.

Nah, begitu juga yang terjadi dalam kecelakaan berfikir. Kesalahan berfikir seseorang berpotensi besar membuatnya mengalami apa yang dinamakan kecelakaan berfikir.

Mungkin timbul pertanyaan, apa bedanya kesalahan berfikir dengan kecelakaan berfikir?.
Bagi saya, kesalahan berfikir itu lumrah. Namanya juga kesalahan tentu semua orang pernah melakukan itu. Manusia, siapapun itu, khilaf, salah, atau lalai tentu pernah ia lakukan dan itu bisa dimaklumi.

Namun, yang jadi masalah ketika terjadi kecelakaan berfikir. Kecelakaan berfikir bagi saya jadi hal aneh dan tak semesti dibiasakan. Kenapa aneh?. Sebab saya percaya tak ada satu pun manusia yang berakal sehat yang menghendaki dirinya cilaka (celaka). Jatuh dari tangga atau motor, hingga terluka, kemudian dioperasi, diobati dan seterusnya.

Sebab atau akibat yang ditimbulkan menjadi titik pembeda paling jelas antara kesalahan berfikir dengan kecelakaan berfikir. Jika dalam kesalahan berfikir, mungkin sebab yang ditimbulkan tidak seberapa. Paling tidak hanya membuat orang kebingungan. Atau minimal mendapat reaksi balik dalam bentuk debat atau diskusi. Terutama ketika ada yang bermaksud meluruskan kesalahan berfikir itu sendiri.

Lalu bagaimana dengan kecelakaan berfikir?. Akibatnya tentu jauh lebih datsyat. Namanya juga kecelakaan. Akibat minimumnya, kalau bukan luka, ya timbul goresan, atau lecet dan seterusnya.

Untung bagus kalau yang dilukai hanya hati dan pikiran sendiri. Sial-sialnya, bukankan itu juga dapat melukai hati dan pikiran orang lain?. Bahkan bisa jadi, adanya kecelakaan berfikir pun bahkan dapat melukai fisik orang lain.

Saya beri contoh ilustrasi; Satu waktu ada orang tiba-tiba baca berita soal pelecehan orang atau suku tertentu. Karena mau dikata paling up date atau larinya paling cepat dalam mengakses berita, maka dibagikanlah itu berita ke rekan-rekannya. Dia bagikan juga ke group-group WA, FB dan seterusnya.

Akibatnya?. Kebetulan dalam group WA dan FB nya itu ada orang yang berasal dari suku yang sama dengan orang yang dilecehkan dalam berita tadi. Maka singkat cerita, temannya itu merasa ikut malu dan ikut marah. Dari sinilah akhirnya timbul perselisihan antar suku. Perang antar suku. Saling melukai, membantai dan bunuh-membunuh antar suku.

Tragis memang. Tapi situasi seperti ini kerap terjadi. Bahkan setiap saat hal demikian hampir dan bisa saja terjadi.

Mengapa demikian?. Itu tidak lain kerena adanya orang, oknum, atau pihak tertentu yang secara tidak sadar menjadi penyandang disabilitas akal. Akal dan mentalnya cacat. Ia mengalami apa yang saya namakan kecelakaan berfikir.

Otak orang seperti ini tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Barangkali pikirannya tidak berdasarkan teori luas bangunan. Bahwa harus ada perkalian panjang dan lebar disana.

Struktur otak orang seperti ini mungkin juga tidak sesuai dengan teori pembangunan gedung. Bahwa untuk membangun gedung diperlukan pondasi, tiang kuseng, kerangka, dll. Sehingga bangunan yang dibangun dapat berdiri kokoh dan tidak muda roboh.

Intinya, orang yang mengalami kecelakaan berfikir adalah orang yang otaknya hanya dipakai serampangan, ugal-ugalan, tanpa pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Pikirannya hanya terfokus pada satu masalah. Bukan untuk dua atau beberapa masalah. Bahkan bisa jadi, otaknya memang tidak pernah digunakan untuk memikirkan masalah. Yang ada dalam pikirannya hanya kesenang saja. _Padahal bukankah kesenangan juga adalah masalah?.

Kedepan, indikasi jumlah orang yang mengalami kecelakaan berfikir sepertinya akan terus bertambah. Ruang pembicaraan kita hari ini yang dipenuhi perbincangan soal Kerajaan Sejagat dan Sunda Empire adalah salah satu petunjuk penting akan hal itu.

Nalar kita yang tadinya runcing kini seakan dibuat tumpul. Setumpul kayu yang dipakai menggali tanah penuh bebatuan. Bahkan boleh jadi akan lebih tumpul dari itu. Otak kita hari ini dipaksa berfikir mundur. Jauh kebelakang. Sembari menghadap ke tembok yang tebal. Yang juga dipenuhi lumut dan kotoran.

Dan celakanya, itu terjadi disaat orang, suku, atau bangsa lain sedang berhasil menghindari kecelakaan berfikir dalam diri mereka. Bangsa Cina dengan kasus wabah virus corona misalnya. Tentu mereka kini sedang memikirkan bagaimana menciptakan teknologi, obat atau vaksin untuk pembasmi wabah virus yang menyerang negerinya itu.

Sementara kita, kini diperhadapkan dengan kasus Sunda Empire yang membuat kita hanya bisa menghayal sembari menertawai diri sendiri. Satu dari sekian banyak kasus kecelakaan berfikir yang sudah dan sedang mewabah di negeri ini.( ***)

Pos terkait