Opini: Gonta-Ganti Pasangan

  • Whatsapp

Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis lepas

Di banyak daerah baik propinsi maupun kabupaten atau kota yang ikut Pilkada serentak 2020 masih banyak yang belum memiliki pasangan bakal calon.

Dari 270 daerah yang ikut Pilkada kali ini, 9 daerah di NTT mengikuti Pilkada. Salah satunya adalah daerah paling ujung barat pulau Flores, namanya Kabupaten Manggarai Barat atau Mabar.

Khusus di Mabar, sudah ramai dengan para bakal calon. Bahkan sudah ada yang berpasang-pasangan. Tebar foto bareng ke mana-mana. Pasang baligo juga di mana-mana. Konon jumlahnya ada yang sampai ribuan baligo. Biayanya tentu tak sedikit. Banyak, tentu saja.

Naifnya, gonta-ganti pasangan sudah mulai terjadi alias terjadi berkali-kali. Baik dengan pola yang terbuka maupun yang tertutup. Mungkin yang terbuka hanya beberapa pasangan. Tapi secara tertutup sebetulnya sudah sering bongkar pasangan. Banyak.

Bahkan foto lama dengan pasangan lama masih tersebar di mana-mana. Ada juga baligo berisi foto dengan pasangan baru dipasang di dekat baligo pasangan lama yang sudah pisah. Kaya parade foto gitu. Benar-benar seru. Mungkin ini yang dimaksud dengan pesta itu?

Ada yang bikin group relawan lalu bubar gegara jagoan pindah haluan sesuai selera. Bukan itu saja. Bahkan konon ada relawan atau simpatisan yang saling serang gegara sang jagoan pindah haluan. Ini benar-benar perang!

Bagaimana tidak begitu kejadiannya, kalau kejadiannya begini: kemarin deklarasi, kini sudah pisah lagi. Besok deklarasi, lusa pisah lagi. Bongkar-pasang, nyatu-bubar, dan segala rupa nama dan sebutan. Lucu sih engga, cuma bikin ngakak.

Berbagai pertanyaan gila pun muncul juga. Misalnya, biaya barengan tuk bikin baligo dengan pasangan lama gimana nasibnya? Timses dan relawan yang dibentuk gimana pula nasibnya? Dan, bagaimana kabar biaya operasional yang dipakai di saat tebar alat praga bersama yang lama?

Visi-misi dan rencana program unggulan pun kerap tak ditebar. Publik hanya disuguhi pesta foto para bakal calon. Padahal calon pemilih butuh profil tokoh dan ide juga narasi kepemimpinannya. Warga Mabar mau dipimpin oleh foto atau oleh kapasitas yang tersusun secara praktis dalam bentuk rencana strategis?

Literasi politik yang mesti menjadi parade subtantifnya Pilkada pun menjadi hilang. Bukan pertama-tama karena para bakal calon tak paham politik. Hanya saja mereka sepertinya terjebak dalam parade foto itu. Juga baligo yang ditebar di berbagai tempat.

Sebagai orang kampung, saya pun tergoda untuk bertanya: Apakah politik Mabar masih punya nyawa? Apakah kontestasi ide masih ada di Pilkada Mabar? Masih adakah figur yang berani tampil bersama narasi yang mudah dicerna? Atau Pilkada sekadar parade basa-basi lalu selesai?

Silakan jawab sendiri. Saya sih tak mampu menjawab. Maklumi saja. Saya bukan politisi. Tak paham politik. Dan memang tak mengerti permainan politik para politisi. Makanya saya hanya menulis hal sederhana seperti ini. Setahu saya. Dan segilanya saya saja. Salam anak kampung! (*)

Pos terkait