Desa Tendakinde Jadi Langganan Banjir, Pemda Nagekeo Diminta Cari Solusi

  • Whatsapp

ARLISAKADEPOLICNEWS.COM- MBAY- Dalam beberapa tahun terakhir wilayah Desa Tendakinde, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo selalu menjadi langganan banjir. Bagi masyarakat desa Tendakinde dan sekitarnya kehadiran banjir pada setiap musim hujan sudah menjadi hadiah ulang tahun buruk bagi masyarakat setempat. Pasalnya selain merendam pemukiman, banjir kiriman yang berasal dari hulu yakni di sebagian wilayah Kabupaten Ende tersebut juga menenggelamkan ratusan hektar sawah milik warga yang mengakibatkan para petani tidak bisa mengolah sawah mereka.

Pada musim hujan tahun ini setidaknya sudah dua kali banjir melanda wilayah setempat yakni, banjir pertama terjadi pada 29 Desember 2019 lalu.
Dan yang terparah pada 10 Februari 2020, sebab selain merendam sawah dan pemukiman banjir juga menghanyutkan hewan ternak milik warga seperti Kerbau, Sapi, Kambing, Babi, Ayam, serta perabot rumah seperti piring, gelas, periuk, kuali dan juga perabot lain.

Muat Lebih

banner 728x90

“Kemarin sebenarnya hujan turun tidak terlalu lama, tetapi mungkin hujan deras terjadi di pegunungan dekat sini sehingga terjadi bajir yang membawa serta material batu, pasir dan kayu” ujar Kepala Desa Tendakinde Petrus F Guru,
Petrus menyampaikan bahwa dirinya belum dapat memastikan angka tepat kerugian uang dialami warganya.
“Yang jelas, sawah 150 hektar terendam, ternak dan hewan peliharaan warga banyak yang hanyut karena banjir,” katanya.
Carles Guru salah satu warga yang berhasil diwawancarai awak media menilai bahwa Pemda Nagekeo sangat lambat dalam menindaklanjuti bencana banjir di desanya.
“Sejak banjir yang pertama,hanya dilakukan pembersihan lokasi saja.Tidak ada tindakan lain untuk mencegah bajir lagi. Seolah-olah kami dibiarkan menghadapi banjir berikutnya,yang kenyataan nya terjadi lagi kemarin sore. Banjir yang datang lebih besar, sampai masuk ke rumah warga,”katanya.
Charles menyatakan bahwa dirinya merasa sakit hati melihat kendaraan dinas plat merah milik Pemda Nagekeo yang lalu lalang di desanya yang dinilainya tidak membawa manfaat.
“Untuk apa datang-datang terus tapi tidak ada pekerjaan?Ini keadaan bencana, harusnya ditanggapi cepat.Ini keadaan darurat, ada dana tanggap darurat.Tapi kenapa sampai saat ini kami dibiarkan menanggung bencana banjir lagi,”sesalnya.
Dalam menyikapi persoalan banjir di Tendakinde Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo sebenarnya sudah menggelontorkan dana untuk berbagai program strategis seperti membangun bendungan sejak tahun 2015 lalu. Namun karena tidak bisa menahan derasnya arus air ketika banjir bendungan tersebut akhirya jebol. Hingga pada tahun 2019 Pemda Nagekeo lagi lagi mengucurkan biaya untuk membuat bangunan pengarah arus sebagai strategi mengatasi banjir. Lagi-lagi bangunan senilai hampir 200 Juta itu hanyut dalam waktu satu minggu setelah dilakukan PHO.
Menanggapi hal tersebut anggota DPRD asal Kecamatan Wolowae Herman Pasarani Gani, menyoroti dua proyrk infrastruktur pemerintah Kabupaten Nagekeo yang dalam perencanaanya bertujuan untuk mengatasi banjir tersebut.
“Harus dipahami bahwa alasan terjadinya banjir di Desa Tendakinde adalah karena wilayah tersebut merupakan daerah hilir. Selama ini, pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan normalisasi kali dan membangun pengarah arus. Kenyataannya, apapun bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah, baik normalisasi maupun pembangunan pengarah arus, tidak satupun yang mampu menjawabi persoalan banjir di Desa Tendakinde, malah mendekatkan bajir ke wilayah pemukiman penduduk di Kaburea,” tutur Herman dengan nada kesal.
Politisi muda Partai Perindo ini mengatakan bahwa permasalahan lainnya adalah bahwa volume air jauh lebih besar dari kapasitas yang dapat ditampung oleh kali/ sungai yang ada di Desa Tendakinde.”Kita bisa lihat, luas kali di hilir lebih kecil daripada di hulu. Tentu, di bagian hilir, air tidak mampu tertampung semuanya sehingga meluap dan menyebabkan banjir.Pemerintah harusnya mampu melihat hal ini untuk kemudian melakukan perencanaan dan penanganan yang tepat dan komperhensif” ujarnya.
Oleh sebab itu pria yang akrab disapa Man ini menyarankan agar ke depanya di wilayah tersebut perlu dibangun saluran penangkap air sebanyak mungkin di sisi kiri jalan, sehingga air bisa dialirkan ke laut.
“Kita mengurus normalisasi kali bukan cuma saat ini. Kalau telah ada anggaran, berarti telah ada perencanaan. Pertanyaannya, mengapa telah ada perencanaan tapi banjir tetap terjadi. Artinya yang gagal adalah perencanaan. Pemerintah sendiri yang merencanakan kegagalan,” ujar Man berapi-api.
Man juga mempertanyakan tujuan pemerintah merencanakan kegagalan yang berulang.”Apa ini modus? Pemerintah tetap melakukan hal yang sama, dan terbukti hal tersebut tidak mampu mengatasi banjir. Akan ada kesan bahwa uang sengaja dihamburkan untuk perencanan yg gagal. Normalisasi dan lain-lain yang dilakukan selama ini adalah potret kegagalan perencanaan oleh pemerintah,” tutupnya.

Pos terkait