HMI Cabang Manakarra Mendesak DPRD Sulbar Mengevaluasi Kinerja BPJS, RS Regional dan Dinsos

  • Whatsapp

ARLISAKADEPOLICNEWS.COM-SULBAR. HMI Cabang Manakarra melakukan aksi Di Kantor DPRD mendesak Anggota DPRD Provinsi Sulbar agar mengevaluasi kinerja BPJS, Dinas Sosial dan RS Regional Sulbar terkait pasien St Hadara yang tersandra karena tidak mampu membayar biaya Rumah Sakit, Kamis (19/02/2020).

HMI Cabang Manakarra menyampaikan beberapa tutuntan kepada DPRD Provinsi sulbar antara lain:
1. Meminta kepada DPRD Sulbar agar memanggil pihak-pihak terkait yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan pada masyarakat kurang mampu, seperti : BPJS Mamuju, Dinkes Prov Sulbar, RSUD Regional Sulbar, dan Dinsos Sulbar.
2. Mendesak DPRD Sulbar agar memaksimalkan fungsi Pengawasan dan sinergitas pada Insitusi BPJS dan RSUD Regional Sulbar dalam proses pelayanan kepada masyarakat kurang mampu.
3. Mendesak BPJS untuk melakukan koordinasi pada nama-nama peserta BPJS yang di non aktifkan dari anggaran APBN, agar dimasukkan ke APBD dengan Jalur koordinasi dengan Dinas Sosial.
4. Meminta kepada DPRD Sulbar agar mengevaluasi Dinas Sosial dalam pendataan nama-nama masyarakat miskin masuk dalam data BPJS, baik yang sudah di non aktifkan maupun yang belum terdata.
5. Meminta kepada DPRD Sulbar agar mendesak Dinas Kesehatan Sulbar agar menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh BPJS, mulai dari pelayanan obat-obat dan lain sebagainnya.

Desakan ini Mencuat, pasalnya beberapa waktu lalu Pasien a.n Sitti Haidara disandera oleh Pihak Rumah Sakit Regional Sulbar karena tidak mampu membayar biaya Rumah Sakit dikarenakan BPJS yang dimiliki telah di non aktifkan, sementara Biaya yang harus ditebus oleh Siti Haidara sebesar kurang lebih 5 juta rupiah.

Pihak RS Regional Sulbar mengatakan bahwa setelah di cek memang nama pasien tersebut sudah tidak tertera lagi, tetapi kewajiban kami tetap melayani pasien tersebut dengan baik.

“Kami tetap menerima pasien tersebut di UGD dengan diagnosis kaki sebelah kanan bernanah akibat diabetik, jadi gula darahnya saat masuk, jum’at minggu lalu jam 11 siang itu 557, jadi kami melayani dengan baik karena dokter berkesimpulan harus dirawat karena harus ada pembedahan”, kata salah perwakilan Rumah Sakit.

Sebelum di Rawat, JKN KIS pasien sudah tidak terdaftar diaplikasi, maka di hari ke 2, petugas Rumah Sakit memanggil perwakilan keluarga untuk mengurus di BPJS.

“Kami mohon bapak mengerti keadannya seperti ini, jadi tolong di cek nama pasien ini di BPJS karena jika tidak, pasien ini kami masukkan ke pasien umum dan keluarga pasien menyetujui menandatangani pasien masuk ke pasien umum, tegas salah satu Perwakilan Pihak RS.

Sedangkan Pihak BPJS mengutarakan bahwa kami juga berperan dalam menjaga kepuasan peserta apalagi ditahun ini adalah tahun kepuasaan peserta.

“Kami sempat berbincang dengan salah satu anggota keluarga, kami mempertanyakan permasalahannya bagaimana. Memang sebelum ke Rumah Sakit kami sempat cek berdasarkan nomor peserta, benar apa yang disampaikkan pihak Rumah Sakit bahwa ditanggal 14, pihak Rumah Sakit telah menginformasikan untuk mengecek ke BPJS dan kami juga telah melaksanakan Protap yang telah sepakati di Kementerian, Kata salah satu Perwakilan pihak BPJS.

Dalam hal ini Pasien A.n Siti Hadara setelah dicek by sistem telah di non aktifkan sejak tanggal 29 juli 2019 berdasarkan SK Kemensos No 79/HU/2019.

“Sebelum SK ini digulirkan, kami dibulan Agustus itu mengadakan Forum Kemitraan yang dimana ada instansi pengambil kebijakan yang ikut didalamnya”, tegas Pihak BPJS.

Hal ini membuat Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulbar, H. Abd Rahim. S.Ag, MH. geram dan sangat kecewa pada Dinas Sosial, pasalnya Dinsos lamban merespon dan turun langsung melakukan penjaminan terhadap pasien. Sangat naif jika hanya biaya 5 juta sehingga membuat pemerintah Provinsi Sulbar tertampar.

“Adapun biaya yang harus ditanggung pasien, itu bukan alasan untuk pasien ditahan. Sudah mereka melewati masa kritis, harus lagi menghadapi situasi yang mengguncang psikologi pasien dan keluarga, apakah itu tidak cukup”, kata Abd Rahim.

Lanjut Abd Rahim mengatakan bahwa Rumah Sakit juga mestinya mengedepankan aspek fungsional dan kemanusiannya, meskipun mereka ini adalah hilir dari proses kebijakan dan institusionalisasi dalam hal pelayanan terhadap maayarakat.

” Rumah Sakit seharusnya lebih peka dalam melihat persoalan ini agar tidak ada lagi hal-hal seperti ini yang akan berdampak buruk pada performa permerintahan kita bahwa ternyata Pemerintah Provinsi gagal dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat” tuturnya.

Secara Personal, kita patut berterima kasih kepada Andi Ruskati, anggota DPR RI yang telah menjaminkan pasien, tetapi apakah tebusan itu menggaransikan adanya perbaikan pada sistem, tentu tidak.

“Tebusan Andi Ruskati harusnya mejadi bahan instrospeksi bagi seluruh elemen terkait, khususnya Dinas Kesehatan yang seharusnya memiliki tugas supervisi dan jalur koordinasi. Begitupun dengan Dinas Sosial, konfirmasi kepada masyarakat kita yang memang dikeluarkan, katanya.

“Saya bilang, kalau anda tidak bisa memperbaiki diri dan tidak bisa menata SOP untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan jaminan kesehatan, lebih baik anda angkat kaki dari Sulbar, tegas Abd Rahim. (***)

Pos terkait