ARLISAKADEPOLICNEWS.COM, SULBAR. Setelah sepakan lalu, pasien St. Hadara yang harus disandera oleh pihak RSUD Regional Sulbar karena JKN-KISnya tidak aktif. Kali ini pasien Reski Aldani (7) warga Kelurahan Karema, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, harus tertahan di RSUD Kabupaten Mamuju karena orangtuanya tidak mampu melunasi biaya pengobatan dan perawatan.
Orangtua Reski terbilang keluarga yang kurang mampu, biaya pengobatan yang harus ditanggung sebesar Rp. 6,1 Juta Rupiah, setelah harus menjalani operasi akibat bocor dikepalannya akibat terjatuh saat bermain pada hari Jumat (21/2/2020) lalu.
Reski, sudah menjalani operasi bedah di kepalanya dan sudah boleh pulang kemarin, akan tetapi kedua orangtuanya harus menebus biaya perawatan dan pengobatan. Namun orangtua Rezki tidak cukup memiliki biaya sebesar itu untuk melunasinya.
“Bagian kepalanya dioperasi. Saya harus cari uang sekitar Rp 6 juta rupiah, untuk biaya operasi itu senilai Rp. 4,1 juta, itu belum ditambah dengan biaya lainnya. Untuk Rawat Inap permalam senilai Rp. 150 Ribu, belum ditambah biaya obat”, kata Hasni, Ibu Rezki, Senin (24/02/2020).
Biaya rumah sakit ini menjadi mahal karena Reski tidak terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan, sehingga Rezki masuk rumah sakit melalui jalur umum.
Orangtua Reski pun tidak tahu cara pengurusan BPJS dan tidak pernah mendapat pendampingam dari Pemerintah setempat, baik Dinsos maupun Kelurahan.
” Tidak saya tau, bagaimana caranya urus BPJS. Bapaknya Reski juga tidak tau urus berkas begitu. Kerjanya suamiku sebagai tukang batu”, Ujar Hasni.
Setelah mendapat arahan dari pihak Rumah Sakit, Hasni lansung ke Kelurahan untuk mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu, untuk melakukan pengurusan BPJS, namun sudah tidak ada pengurusan BPJS yang ditanggung Pemerintah.
“Katanya sudah dua bulan mi, tidak boleh lagi urus BPJS yang ditanggung oleh Pemerintah. Tidak dikasih Surat Keterangan Tidak Mampu kalau mau urus BPJS, karena katanya ini sudah aturan dari Dinas Sosial, kalau urusan yang lain, bisa”. Jelas Hasni.
Hal ini membuat DPD Garda Nusantara Sulbar bergerak cepat dan mengambil tindakan dengan mendatangi Rumah sakit untuk menemui pihak keluarga Reski dan mendengar lansung klarifikasi tentang kebenaran informasi yang beredar. Pihak Rumah sakit mencoba menghalangi, tetapi Garda Nusantara memaksa bertemu dengan keluarga pasien A.n Reski,
“Sempat kita ada gesekan dengan pihak RSUD Regional karena pihak rumah sakit cenderung menghalangi teman-teman yang ingin bertemu keluarga pasien. tetapi teman-teman memaksa ingin bicara dengan keluarga pasien” , Tutur Hasri Jak.
Sebenarnya Reski sudah diperbolehkan pulang kerumahnya namun terkendala dengan biaya pelunasan oleh pihak Rumah sakit Sendiri beralasan, Pasalnya percuma keluar sekarang sebab Besok tetap akan kerumah sakit lagi untuk mengganti perban. Langkah Soal ganti perban besok juga bisa balik lagi ke RS, karena pasien sudah membaik dan rumah pasien pun dekat dengan rumah sakit, Di Jl. Soekarno Hatta. Garda Nusantara pun sangat berhati-hati, karena menghindari kasus ini dijadikan sebagai Isu Politik,
“Kami bersikukuh harus mengeluarkan pasien malam ini, sebab kita juga khawatir pasien dan keluarga mendapat tekanan psikologis. Saat kami mau bayar tagihannya, ada salah satu pejabat yang menelpon ke pihak rumah sakit supaya kami tidak membayarnya, mungkin khawatir malu, dan Pemda yang akan bayarkan. Tapi kita tetap berpikir posisitif, teman-teman Garda Nusantara lebih kepada kepastian pemulangan, dan pihak Rumah sakit pun mengiyakan. Alhamdulillah kami meninggalkan Rumah sakit setelah pasien diperbolehkan pulang”, Tegasnya.
Kami berharap Pemerintah Provinsi Sulbar dan seluruh pihak terkait agar mengevaluasi kinerja pelayanan, baik Rumah sakit, maupun Dinsos dan Insitusi BPJS. Sebab kami tidak menginginkan hal ini berulang-ulang dan menjadi budaya buruk bagi Pemerintah Daerah.
“Semoga kasus tertahannya pasien di rumah sakit yang ada di Sulbar ini yang terakhir, karena Pemerintah bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakatnya, Tutup Hasri. (***)








