Penulis: Indah Harianti
(Kohati HMI Cabang Sinjai)
Kondisi perempuan sampai saat ini masih sangat memprihatikan, bukan hal baru jika perempuan dianggap sebagai mahluk yang paling lemah.
Hal ini karena semakin menjamurnya budaya patriarkat. Dampaknya, posisi perempuan tidak sekadar dianggap inferior di bawah ketiak laki-laki, tetapi juga sudah lebih jauh mempengaruhi mentalitas perempuan dalam bayang-bayang ketakutan, misalnya perempuan enggan keluar malam, harus pulang di waktu yang telah ditentukan, segan bergabung di ruang publik tanpa perlindungan laki-laki.
Tidak hanya itu, posisi perempuan dalam ruang publik tidak pernah seaman dan senyaman laki-laki. Perempuan kerap diganggu, dikesankan sebagai perempuan nakal ketika berada di ruang publik, bahkan pada siang hari pun tidak jarang kita temui perempuan mendapat pelecehan verbal berupa suitan, kata-kata gombal dan hal semacamnya.
Dominasi ini semakin meligitimasi inferioritas perempuan untuk bersaing di ruang publik. Perempuan hanya bisa bergunjing, mengoleksi gambar artis-artis K-Pop, membahas perlengkapan makeup, pakaian, atau berburu quote galau lalu dijadikan history Whats App dan media sosial lainnya.
Anggapan ini adalah tantangan kaum perempuan. Karenanya, International Women’s Day harus menjadi spirit bagi kaum perempuan untuk terus melakukan penyadaran, karena jika kondisi ini terus membelenggu kaum perempuan untuk tidak terlibat aktif di ruang publik, maka perempuan tidak akan maju, sebaliknya semakin meperparah superioritas laki-laki.
Seharusnya ruang publik dimaknai sebagai ruang untuk menghargai perbedaan, tempat bertemunya semua kelompok, baik perempuan maupun laki-laki dengan tujuan berinteraksi secara setara, nyaman dan terbebas dari rasa takut. Ruang publik harus di kembalikan kepada fungsi yang sebenarnya sebagai ruang aktualisasi dari semua jenis perbedaan tanpa sekat dan dominasi.
Gerekan emansipasi perempuan bukan berarti menjadikan perempuan sebagai superior di atas laki-laki atau dianggap nantinya akan menindas, tetapi lebih kepada lahirnya konsep kesetaraan, baik itu di dalam peran sosial, ruang publik, agar tidak ada pihak yang dianggap tidak mampu atau lemah.
Gerakan ini harus dimulai dari bagaimana perempuan memperlakukan dirinya secara adil atau menggugat diperlakukan oleh negara dan struktur budaya secara adil, agar perempuan bisa memiliki kebebasan dan kreativitas yang setara untuk membangun masyarakat feminis yang baik.
Perempuan tidak boleh alergi, takut dengan streotip yang telah menjangkiti sistem kebudaayaan. Sebaliknya perempuan harus jauh melibatkan diri dalam dunia politik, perempuan harus berani bicara tentang negara. Karena negara membutuhkan ide-ide perempuan.








