Opini : Ramadhan Ditengah Pandemi “Esensi Spiritual dan Kemanusiaan Takkan Kehilangan Nilai”

  • Whatsapp

Penulis : Awaliyah Rahmat (Aktivis HMI)

Kurang lebih 10 hari lagi Kita memasuki bulan Ramadhan “marhaban ya ramadhan “. Bulan penuh ampunan dan bulan yang menjadi jalan pulang bagi setiap hamba pada Fitrahnya. Tapi akan ada yang berbeda dengan bulan ramdhan kita tahun ini. Ditahun tahun kemarin 10 hari menuju ramadhan kita sudah bisa merasakan gegap gempita penyambutan bulan yang penuh kemuliaan. Mulai dari kegiatan yang berdimensi spritualis, dimensi cultur sampai pada acara kegiatan yang hanya bersifat nihil. Sebut saja salah satunya mengunjungi tempat wisata dengan alibi “Minggu tenang / Minggu terakhir”.

Dalam dimensi spritualis, banyak diantara masyarakat kita sebelum memasuki bulan Ramadhan melakukan penyucian diri seperti saling lempar air yang dilakukan oleh masyarakat Bojonogoro. Di Sulawesi selatan sendiri ada kegiatan “mabaca baca ” dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan reskinya. Acara ini sekaligus memiliki sisi tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita yang masih dijaga kearifanya oleh masyarakat. Di Aceh ada tradisi masyarakat sebelum memasuki bulan Ramdhan untuk berbelanja ke satu pasar khusus untuk membeli daging sapi yang kemudian daging ini akan dimakan bersama kluarga tanpa melihat status sosialnya. Tradisi ini disebut tradisi Meugang.

Semua kegiatan diatas mungkin tidak akan kita jumpai dalam menyongsong datanya bulan ramadhan tahun ini. Karna kita semua secara sadar memiliki tanggung jawab untuk memutus penyebaran covid-19 dengan mengikuti arahan dari pemerintah untuk menjauhi keramaian, bekerja dari rumah dan tidak keluar rumah jika tidak ada hal yang penting dan mendesak. Tapi apakah ramdahan kita tahun ini akan kehilangan esensi spritual dan kemanusiaannya.?

Tentu jawabanya tidak, meski kita tidak bisa menjalankan ibadah yang maksimal seperti tarwih berjamaah karna adanya fatwa MUI tidak akan menjadikan ramadhan kita kehilangan makna. Justru ramadhan di tengah pandemi ini adalah ramadhan yang akan menguatkan spritual dan nilai nilai kemanusiaan, jika kita mampu memetik hikmah didalamnya.

Sholat-sholat malam seperti tarwih dan witir akan lebih banyak dilakukan bersama keluarga, menikmati indahnya berbuka dan sahur bersama dengan keluarga, terkhusus mereka yang ramadhan kemarin memiliki waktu yang sedikit bersama keluarga. Bacaan Al Quran kita mungkin akan khatam berkali kali karna waktu kita kebanyakan berada dalam rumah. Dan waktu itu diisi dengan menagungkan asma-asma Allah.

Dari sisi kemanusiaan, pandemi ini akan membuka dan mengetuk hati kita untuk bersimpati terhadap sesama. Memberikan keberkahan ramadhan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan, seperti anak-anak jalanan dan orang-orang pingiran yang tak punya rumah, sehingga mereka tidak tahu untuk mengisolasi diri dimana, mereka tidak tau sahur dan berbuka pake apa. Tentunya mereka membutuhkan ularan tangan ikhlas kita untuk berbagi. Tapi berbagi dengan metode yang tidak menyalahi aturan pemerintah dan tetap mempertimbangkan aspek kesehatan dalan melawan pandemi ini. Disisi yang lain solidaritas kemanusiaan kita akan dikuatkan dengan sekedar menyediakan makan sahur dan menu berbuka untuk semua relawan yang berada di garda terdepan melawan pandemi ini.

Ramadhan tahun ini, kita tidak akan kehilangan esensi spritual dan kemanusiaan. Selalu ada hikmah disetiap peristiwa yang terjadi, Covid-19 akan menjadikan ramadhan kita berbeda, ramadhan yang penuh dengan kualitas keimanan dan kemanusiaan yang tinggi. Sebab ditengah pandemi ini kemanusiaan kita betul betul di uji. Pandemi ini meningkatkan kualitas keimanan kita untuk senang tiasa meminta pertolongan hanya kepada Allah ilahi Robbi.

Saudara seimanku, kita tidak kehilangan esensi ramdahan kita, meski berbagai momen indah di ramadhan ini kita tidak akan jumpai. Tapi yakinlah ramadhan tahun ini akan menbuka pintu-pintu keberkahan untuk kita, sebab kita melawati ramadhan dengan menjadi seorang manusia yang seutuhnya. Karna kita melewati ramadahan ini dengan solidaritas dan empati kemanusiaan yang tinggi.

Untuk saudaraku dalam kemanusiaan (agama diluar Islam) teruslah haturkan doa-doamu agar pandemi ini berlalu, kita saling mendoakan agara pandemi ini berakhir dan kita bisa sama-sama kembali beribadah di ritus-ritus suci kita masing masing dengan penuh damai. Mohon aminkan doa kami agar kami bisa menyambut datangnya hari kemanangan (hari raya idul Fitri) dengan penuh haru dan kegembiraan, karna sesungguhnya engkau mengaminkan doa saudaramu dalam kemanusiaan.

Untuk saudaraku yang tak bisa kembali berkumpul dengan kelurga karena kebajakan yang melarang untuk mudik. Yakinlah ramadhan ini akan menjadi Ramadhan terbaikmu sebab akan banyak air mata yang akan kau habiskan dalam sujud-sujud panjangmu untuk menghaturkan doa kepada ayah ibumu, anak istrimu dan sanak kerabatmu. Bersabarlah, tuhan maha kuasa dalam segala hal.

Dan teruntuk untuk semua pahlawan kemanusiaan yang berada di garda terdepan dalam melawan Covid- 19. Kami tahu bahwa ramadanmu akan kau habiskan ditengah tengah perjuanganmu menyelamatkan kehidupan. Yang membuatmu tidak akan menikmati sahur dan buka bersama keluarga. Untuk itu izinkan kami meminjam namamu untuk kami doakan dalam sujud-sujud panjang kami. Semoga kesehatan dan keberkahan akan senang tiasa bersamamu. Kalian adalah pahlawan kemanusiaan yang sejati.

Pandemi akan berlalu dan covid-19 akan meninggalkan hal yang berharga untuk kita, yaitu solidaritas dan empati kemanusiaan yang melampaui batasan-batasan agama, bangsa, ras dan golongan. Kita semua berdoa semoga ditanggal 24 Mei nanti kita akan meraih kemenangan bersama melawan pandemi ini. Tanggal dimana bertepatan hari kemenangan ummat muslim (hari Raya Idul Fitri).

Akhir kata “Selamat menyambut datangnya bulan suci ramadhan”
Mohon maaf lahir dan batin.

Pos terkait