Opini: Antara “Sembako Pemerintah” dengan “Sembako Dermawan”

  • Whatsapp

Penulis : Rahman Rumaday (Founder Komunitas Anak Pelangi; Penggiat Sosial)

Bencana Corona mengetuk pintu hati manusia yang memiliki empati yang hadir dari hati kecilnya untuk bertawun kepada sesama tanpa mengenal ras, agama, suku, dan berasal dari daerah mana yang ada adalah aku kamu kita semua sama. Terbukti dengan bantuan yang mengalir secara suka rela dari masyarakat tanpa menunggu perintah atau sempritan komando dari Pemerintah untuk saling bahu membahu.

Mereka yang punya kecukupan memberikan kepada yang hanya bisa membantu dengan tenaga saja untuk kemudian dteruskan kepada saudaranya yang lain yang sangat membutuhkan.
Hal Ini yang seharusnya adalah tanggung jawab pemerintah untuk memastikan setiap saat rakyatnya apakah mereka aman makanannya, aman pendidikannya, aman kesehatannya, aman terhadap keamanan diri dan tempat tinggal dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Hadirnya Negara sebagaimana dalam amanat Konstitusi bahwa Tujuan Negara Republik Indonesia adalah “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa; Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Mengutip pendapat Prof.Jimly Asshiddiqie (2009) bahwa konsensus yang menjamin tegaknya pilar konstitusionalisme di zaman modern bersandar pada tiga konsensus: (1) kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama; (2) kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan Negara (the basis of government); dan (3) kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan.

Lalu kenapa ada “Sembako Pemerintah” dan “Sembako Dermawan”?. Jika mengacu pada tujuan Negara, mestinya tidak ada lagi yang namanya “Sembako Dermawan” yang ada hanyalah “Sembako Pemerintah” dan kalaupun keduanya ada, hal tersebut didasari oleh Agama yang menganjurkan bahwa dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran serts bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Al-Mâidah :2).

Salah satu pilar bernegara adalah Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetap satu jua), namun yang diharapkan seharusnya adalah dalam kondisi apapun Negara ini bukan masyarakat yang paling terdepan tapi Pemerintah sebagai pemegang mandat untuk mengendalikan dan melindungi segenap rakyat indonesia. Dalam hal ini adalah pembagian sembako, jangan sampai masyarakat dermawan mendahului kewajiban Pemerintah untuk membantu masyarakat.

Lebih sulit mana “Sembako Pemerintah” atau “Sembako Dermawan”?. Nah, pertanyaan ini yang menjadi polemik ditengah masyarakat akhir-akhir ini sejak muncul yang namanya “Sembako”. Lalu apa yang membuat sulit di antara kedua label “Sembako” itu?.

Masyarakat kemudian membandingkan, secara tiba-tiba ada yang datang langsung ke rumah memberikan sembako tanpa harus minta atau merepotkan diri keluar mencari informasi dimana untuk bisa mendapatkan sembako. Itulah sembako oleh para masyarakat dermawan.

Lalu bagaimana dengan “Sembako Pemerintah”, apakah semudah sembako para masyarakat dermawan?. Seharusnya masyarakat lebih mudah mendapatkan “Sembako Pemerintah” karena fungsi utama yang harus dijalankan oleh Pemerintah tanpa pandang bulu adalah fungsi pelayan masyarakat.

Namun dalam kenyataannya, masyarakat merasa sangat sulit untuk mendapat haknya. Bagaimana tidak!, Pemerintah dengan prosudur yang ada, justru membuat masyarakat makin sulit untuk mendapatkan haknya, antara lain :
1. Untuk mendapatkan sembako, masyarakat diminta menghubungi No. telepon yang disebarkan ke publik.
2. Masyarakat diminta datang ke salah satu Dinas yang menangani bagian itu untuk mengisi formulir.
3. Masyarakat diminta datang ke salah satu titik tertentu yang sudah ditentukan untuk mendapatkan sembako.

Melalui Prosedur tersebut, masyarakat belum tentu mendapatkan haknya. Mereka harus antri berjam-jam, itupun belum tentu pada hari itu bisa mendapatkan atau tidak haknya. Pertanyaannya adalah yang mana lebih mudah mendapat “Sembako Pemerintah” atau Sembako Dermawan”, tentu jawabannya Sembako para masyarakat dermawan (Sembako Dermawan).

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pembagian sembako yang dilakukan Pemerintah dapat menyelesaikan masalah?. Kita semua pasti sepakat bahwa dengan adanya pembagian sembako, minimal dapat menyelesaikan masalah dalam kondisi saat ini. Akan tetapi, disisi lain memunculkan masalah baru dengan prosudur yang dibuat.

Dengan begitu, secara otomatis masyaarkat akan berlomba-lomba datang ke titik-titik yang sudah di tentukan oleh Pemerintah untuk mendapatkan sembako. Namun, apakah ada jaminan masyarakat yang datang steril dari ODP atau sejenisnya?. Bukannya mempersempit ruang penyebarannya malah memperluas ruang itu.

Sadar atau tidak, Pemerintah sudah melanggar aturan yang dibuat sendiri terkait dengan penerapan social distancing, yakni seseorang tidak diperkenankan untuk berjabat tangan serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi dengan orang lain, dan membatasi kunjungan ke tempat ramai.

Seharusnya, jika Pemerintah berniat membantu masyarakat maka buatlah tim khusus perwilayah berdasarkan sebaran atau sasaran yang menjadi target program tersebut. Dan tim ini dapat memfungsikan RT/RW untuk membantu karena mereka lah yang tahu dan mengerti tentang kondisi masyarakatnya. Dengan begitu, maka akan mempersempit ruang gerak kerumunan masyarakat berkumpul dalam skala besar.

Kemudian berikutnya pemerintah lewat Dinas terkait membuat himbauan atau semacam jargon “warga tetap di rumah kami yang datangi rumah kalian”. Sebagaimana sembako para masyarakat dermawan bahwa masyarakat tidak perlu repot keluar dan juga tidak menimbulkan masalah baru dan yang terpenting mengikuti aturan terkait social distancing.

Justru yang ditakutkan bukan virus coronanya, tapi hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Mengutip pernyataan seorang warga bahwa “kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik”.

Kalau rumah kebakaran, kamu harus belakangan menyelamatkan diri;
Kalau musuh datang menyerang, kamu harus berdiri paling depan untuk menyongsongnya;
Kalau panen melimpah, kamu harus belakangan makan;
Itulah Pemimpin.
(Emha Ainun Nadjib).

Pos terkait