Opini : Jeritan Ekonomi Masyarakat Ditengah Covid-19, ” Stop Dramatisasi dan Politisasi”

  • Whatsapp

Penulis : Widyawan Noveri (Ketua Karang Taruna Desa Pong Ruan)

Tragedi kemanusiaan mengerikan melanda China tepatnya di Kota Wuhan. Mula-mula di anggap biasa-biasa saja, sehingga dampak Penyebaran virus corona pun belum terasa. Namun seiring berjalanya waktu semua mata di dunia di kagetkan dengan situasi yang dihadapi oleh beberapa Negara di Eropa dimana terjadi Kematian Massal sebagai akibat dari ganasnya wabah virus corona.

Muat Lebih

banner 728x90

Hal inipun sontak mendapat reaksi dari jutaan mata rakyat indonesia yang mulai kwatir dan ketakutan dengan ancaman wabah virus corona yang sudah menyusup masuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI).

Dengan adanya ancaman bahwa virus corona akan dengan mudah masuk ke indonesia Lewat pintu keluar dan masuk Negara, seperti Pelabuhan dan Bandar udara yang ada di Bumi Pertiwi.

Atas niat dan tujuan untuk melindungi warganya dari penyebaran virus corona, Pemerintah pun dengan segera mengeluarkan Kebijakan “Social Distancing” untuk seluruh daerah-daerah yang ada di Indonesia. Dimana kebijakan ini bermaksud untuk meretas penyebaran Covid-19, sehingga masyarakat di sarankan untuk tetap berada di rumah masing-masing dan tidak boleh mengunjungi tempat publik, seperti : Sekolah, pasar, kampus dan bahkan tempat ibadah sekalipun.

Kebijakan inipun mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak di karenakan Pemerintah tidak berani untuk “lockdown”. Adapun pertimbangan Pemerintah mengapa lockdown tidak di berlakukan di indonesia, salah satu alasanya adalah Indonesia merupakan Negara Kepulauan, kondisi ekonomi yang tidak stabil, kondisi geografis, dan karakter psikologi daerah yang beragam.

Apa itu covid 19 ?

Di Kutip dari penjelasan ilmiah salah satu Ahli Virus yaitu dr.Moh.Indro cahyono, bahwa:
1.virus termasuk Covid-19 adalah benda mati yang dapat hidup di media hidup dia tudak bisa hidup menempel apalagi memproduksi markas virusnya di benda-benda mati. Namun ada catatanya, kalau ada misalnya orang yang terinveksi mengeluarkan droplet (cairan flu atau ludah) lalu kena di baju, kain, atau meja maka dia tetap hidup selama droplet itu belum mengering. Jika baju di cuci setidaknya mengering sendiri karena pengaruh lingkungan misalnya karena panas atau hembusan angin, maka virusnya akan mati. Begitupun di meja, kursi,lantai, karpet dan sejenisnya kalau sudah kering virusnya akan mati.
2. Virus ini tidak bisa hidup di udara. Dia hanya jadi butir-butir kristal saja. Semua jenis virus, baik virus flu,TB, Paru, dll. Bagaimana dengan berjabat tangan ?, sama seperti penjelasan poin satu, walau tangan ini termasuk bagian hidup, tapi selama dropletnya kering, dibersihkan maka virusnya akan mati.
3. Yang terinveksi dan dinyatakan positif berpeluang sembuh total bagi mereka yang ketahanan tubuhnya kuat, tidak memiliki riwayat penyakit bawaan seperti, paru, TB, hipertensi, asma, kanker dan tumor.
4. Jangan stres dan panik, karena jika stres dan panik maka antibodinya akan lambat berproduksi. Apalagi stres itu hanya membuat psikosomatik (kondisi jiwa yang tersugesti) lalu membuat tubuh lemah.

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Hadirnya wabah Covid-19 merupakan pukulan telak bagi masyarakat dengan pendapatan ekonomi yang dapat di kategorikan keluarga sengan penghasilan tidak cukup (ekonomi lemah). Dampak Covid-19 secara langsung sudah mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat lebih khusus para petani dan pedagang kaki lima.

Bagi para petani yang kebutuhan hidupnya tergantung pada hasil Komoditi lokal, seperti; kakao, cengkeh, kemiri,pisang, dll, sangat mengharapkan harga yang layak untuk komoditi lokal ketika di pasarkan. Namun dari kondisi ini justru berbanding terbalik dengan apa yang semestinya di harapkan oleh masyrakat, dimana harga komoditi jauh merosot dari sebelumnya, misalkan harga kemiri biji berkisaran Rp.5.000,/kg, akan tetapi nyatanya sekarang harga kemiri biji Rp.3.000 bahkan sampai Rp.2.500/kg. Kondisi ini di perparah dengan jumlah kebutuhan yang tidak bisa di cukupi dengan penghasilan tetap petani yang di tentukan oleh nominal harga komoditi Lokal.

Sungguh ini merupakan lembaran Sejarah kehidupan baru bagi masyrakat menengah kebawah,lantaran di himpit oleh kondisi ekonomi yang semakin miris.
Kebijakan Pemerintah(social distancing) bertolak belakang dengan situasi dan kondisi yang harus di hadapi oleh masyrakat. Dimana lewat aturan ini di jelaskan bahwa Masyrakat harus jaga jarak(minimal 1 meter),Tetap berada di dalam Rumah,Tidak mengunjungi Tempat Publik. Sebagai upaya untuk meretas penyebaran virus corona.

Dalam kaitan ini, masyarakat justru dilematis bahwasanya mereka hidup di dua sisi yang berbeda, Pertama: berusaha mematuhi aturan dengan maksud tetap di rumah masing-masing, lalu iklhas menerima badai kelaparan?, Kedua: Melanggar aturan dan siap menerima konsekwensi hukum sehingga tetap ada aktifitas di luar rumah, guna mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga?. Jerit tangis dalam hati dari pelosok negeri yang semakin dekat dengan kematian selalu membayang-bayangi aktifitas keseharian masyarakat.

Kondisi para petani di atas sama seperti yang di rasakan oleh pedagang kaki lima, ketika saya berbincang- bincang dengan salah seorang pedagang yang hampir dua pekan tidak beraktifitas, karena pasar salah satu pusat transaksi jual beli sudah di tutup oleh Pemerintah. Apa yang Ibu rasakan Ketika sudah dua pekan tidak menjual di pasar?, saya sangat sedih karena beban hidup keluarga yang tidak lagi di penuhi, jawab Ibu (berinisial “K”) dengan nadah lirih.

Adapun solusi yang di keluarkan oleh Pemerintah baik pusat maupun Daerah dalam rangka penangguhan financial ekonomi bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah, akan tetapi hingga saat ini kabar itupun hanyalah bagian dari cara Pemerintah untuk menghibur rakyat dalam Kondisi sulit.

Sampai kapankah hiburan ini tetap di peragakan?, haruskah korban nyawa menjadi imbalan ketika hiburan ini terus menjadi tontonan istimewa?.

Virus corona memang belum menyentuh masyarakat dalam artian tertular/positif Covid-19, namun justru penderitaan masyrakat jauh lebih dulu menggerogoti Kehidupan. Itu semua terlihat jelas dari beban psikologi yang dirasakan oleh masyarakat lantaran karena takut tertular virus atau takut mati kelaparan.

Dari pelosok Negeri, nurani berharap ada simpati untuk mereka yang sering tersisih di tengah virus yang sadis. Hentikan dramatisasi dan politisasi, karena Kemanusiaan jauh lebih berharga dari Jabatan. Untuk itu jangan biarkan mata kami berujung kekeringan air mata, karena di paksa berkedip dalam situasi sulit.

Semoga masyarakat dengan penghasilan ekonomi menengah kebawah secepatnya merasakan sentuhan nurani para penguasa.

Pos terkait