Penulis : Dionisius Rasu
Berbicara tentang cinta dan romantisme perjuangan memang selalu jadi favorit.Tak perlu basa basi saya yakin para pelaku perjuangan yang mahir dalam hal cinta cinta sudah paham. Sebagian dari para pembaca yang budiman nan baik hati dan tidak sombong sudah mengalaminya.
Kali ini kita coba mengulik sejumlah catatan roman picisan dan allot ala kakanda sang legend kampus dan para adinda yang terhitung berada dalam zona akil balik. Tapi ini bukan kejadian lumrah bro dan sis, ini kumpulan sejagat dan secuil potongan kisah kasih cinta pada fase PDKT demi merebut ruang kelas pekerja, ehh maksud saya merebut hati sang adinda yang memang menawan hati para kakanda.
Dimasa perkuliahan tentu saja kita tidak asing dengan tingkah menyebalkan melalui temuan berbagai macam anekdot yang timbul berdasarkan kejenuhan tugas yang membebani pikiran dan hati nurani. Segala drama intelektual tentang dosen killer, pacar ngambek, jual barang berharga, atau puasa makan yang terjadwal pada durasi hari senin hingga kamis.
Tentunya, ada sosok yang berperan dalam hal ini termasuk para legend dan mahasiswa semester akhir. Legend dalam hal ini adalah julukan bagi mereka yang lama kuliah akibat belum selesai atau memang asyk dalam kegiatan ekstra kampus.Tepatnya jika meminjam istilah lagu musisi sekaligus penulis kawakan yang juga alumni ITE (INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG) ‘PIDI BAIQ para legend diberi nama KOBOY KAMPUS. Jika mencoba mengamati lebih jauh para legend ini memiliki varian kriteria, sperti; rambut gondrong, bercelana jingkrak, gimbal, lusuh dan memiliki predikat semester 8 (delapan) ke atas alias semester banyak.
Sedangkan mahasiswa tingkat akhir ini predikat semsesternya berkisar 6 sampai 8 semester. Tidak tua tidak muda. Pas takarannya.
Nasib para legend ini meski bukan semuanya cenderung micin “miskin cinta”. Ditengah ribetnya proses perkuliahan yang diladeni serta beberapa agenda kegiatan ekstra kampus membuat mereka merasakan penyakit MICIN yang adiktif.
Sementara mahasiswa tugas akhir yang miskin referensi dan bimbingan tugas malah memilih mengasingkan diri dalam zona pacaran. Beberapa memang masih merajut kisah dengan pasangannya, tetapi meski begitu masih terbilang minim. Justru banyak yang memilih fokus pada tugas akhir seperti proposal, skripsi, KKN, wara -wiri ketemu dosen pembimbing, hingga mengunjungi toko buku.
Tetapi tetap saja menimbulkan masalah baru jika kemahiran dalam menguasai pengoperasian komputer jinjing (laptop) serta relawan antar jemput tidak memadai. Hal ini membuat para calon sarjana mencari cara agar tertolong dari polemik tugas akhir.
Melihat situasi ini solusipun ditawarkan para legend kampus. Alih-alih PDKT berkedok tugas akhir. Mulailah mereka membuka jasa amal dengan beberapa pendekatan serius sampai hal receh sekalipiun. Ada yang membuat usaha pengeditan proposal, menjual buku, memberi petunjuk cara penggunaan komputer hingga melayani antar jemput lokasi penelitian dan KKN.
Ibarat rezeky nomplok bagi anak sholeh, cinta bersemi saat tugas terlaksana. Sesuai pepatah lama “cinta tumbuh seiring berjalannya waktu” meski mengorbankan sosok atau umur. Yah, cinta memang tak pandang usia. Memang butuh waktu proses PDKT itu, namun balas jasa akan dirasa cinta meski itu hambar.
Alhasil cara-cara PDKT berkedok tugas akhir selalu mujarab tanpa melihat tampang atau status sebagai senior dan junior. Walau banyak yang mengaku lelah dan gagal tetapi sebagian besar mengakui cara itu sebagai jalan buntu yang sering dan aman. (***)