ARLISAKADEPOLICNEWS.COM. Dalam perspektif sejarah, perempuan kerap berada dalam posisi yang tak begitu diperhitungkan. “Dogma” bahwa perempuan hanya boleh berada pada lingkaran kasur, dapur, sumur seperti menjelma menjadi sebuah rules yang sarat akan sanksi apabila tak dijalankan.
Namun apakah pandangan ini masih berlaku pada linimasa? Tak sepenuhnya iya dan tak juga “tidak”, demikian yang disampaikan oleh Ketua Umum Perkumpulan Intelektual Madani Indonesia, Renny Puteri Harapan Rani, M.AP. Perempuan 36 tahun yang saat ini aktif pada berbagai bidang mengemukakan pandangan berbeda dari kebanyakan.
“Tak ada yang salah dengan peran perempuan dari masa ke masa. Itulah proses yang harus kita hargai sebagai sebuah konsekwensi zaman, dulunya perempuan ditempatkan pada strata kedua dalam jenjang kehidupan berbangsa dan bernegara namun saat ini, pada linimasa tentu tak lagi demikian yang artinya sudah terjadi pergeseran nilai dan peran,” Ungkapnya.
Pergeseran yang ia maksud rupanya yaitu bahwa peran strategis perempuan baik dalam lingkup keluarga maupun secara sosial adalah sama pentingnya, tak ada lagi sekat dan batasan namun pada sisi lain aturan dan etika harus tetap ada dan dikedepankan.
“Itu sudah menjadi sebuah fakta bahwa Perempuan adalah makhluk Tuhan yang multiitalenta dan bisa melakukan multitasking, From domestic affairs to public affairs (urusan rumah-tangga maupun aktifitas dalam tatanan publik mis ; organisasi, politik, pendidikan dsb),” Lanjut perempuan yang juga dikenal sebagai penulis ini.
Olehnya itu Renny kembali menegaskan, bahwa sejatinya tak boleh lagi ada tindakan yang mendiskreditkan kaum perempuan, sebab peran dan tanggungjawabnya berdiri setara dengan kaum pria. Akan tetapi tentu dalam konteks tertentu tetap menjadi makmum dan wajib menghormati kedudukan pria sebagai pemimpin sebagaimana agama mengajarkan itu.
“Dalam teks sumpah pemuda amat jelas tercantum kalimat kami putra dan putri indonesia. Yang artinya memiliki kesetaraan, kesejajaran. Sementara dalam konteks islam dalam Qs. An-nisa ayat 34 berbunyi Arrijalu Qowwamuna Alan Nisa, yang secara eksplisit menjelaskan bahwa perempuan tetap diwajibkan untuk menghormati dan patuh pada pemimpin dalam rumahtanggganya. Itu harus menjadi underline point” Tuturnya lagi.
Selain penjelasan di atas, perempuan lulusan Magister Administrasi Publik STIA-LAN Makassar ini lantas menyampaikan, perempuan hari ini tak cukup sekedar modal cantik, tampil seksi dan melulu bicara gender.
Perempuan hari ini menurutnya sudah naik pada level berikutnya dengan tampil sebagai pribadi cerdas dan punya sikap, menjadi agent of change yang memberikan pengaruh positif melalui artikulasi dan karya apapun bentuknya kepada masyarakat, termasuk berani menyuarakan aspirasi dan gagasannya dalam dimensi berkebangsaan.
Perempuan seyogyanya menjadi influencer bagi lingkungan terdekatnya sebab hakikatnya Sumpah Pemuda adalah sebuah Momentum penanda bangkitnya generasi putra-putri bangsa yang secara selaras dan harmonis kedepannya dapat bersama-sama fokus pada pembangunan sumber daya manusia dan membawa negeri ini lebih berjaya di masa mendatang. (***)