Oleh: Hironimus Deo, S. Pd
(Penggerak Literasi SMAN 2 Macang Pacar. Manggarai Barat, NTT)
Dahulu kala, sistem kehidupan nenek moyang di Manggarai-Flores dikenal sangat kental dengan budaya gotong royong. Pola kehidupan budaya gotong royong itu mestinya dipertahankan dari generasi ke generasi. Sosial budaya merupakan tolok ukur dalam kehidupan manusia itu sendiri.
Kata budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu culture adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Bahasa sebagaimana juga budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Panorama yang sangat indah di puncak gunung Waka (Golo Waka) terletak di Kec.Pacar Kab.Manggarai Barat merupakan jejak sejarah budaya. Ditempat yang indah ini, ada segudang cerita sejarah yang masih dalam tahap rekam jejak penelitian. Keindahan alam dari atas puncak gunung ini sangat mempesona dengan semburan awan putih menyelimuti gunung-gunung kecil di lembah kaki bukit sekitar saat mata memandang tajam memberi daya tarik tersendiri.
Saya (Hironimus Deo) sebagai bagian dari silsilah keturunan Suku Waka Pacar mempunyai mimpi yang besar untuk memperkenalkan tempat ini nantinya. Suatu anugerah terindah yang diciptakan oleh Tuhan dimata publik, bahwa puncak gunung ini nantinya akan ada tempat wisata yang tak kalah menarik dari tempat wisata lainn yang pernah kita kunjungi di dataran pulau Flores.
Gunung Waka (Golo Waka) termasuk puncak tertinggi di dataran Pacar. Gunung ini terletak diantara dua desa indah yakni; Desa Waka dan Desa Golo Lajang Barat, Kec. Pacar Kab. Manggarai Barat yang dahulu memiliki hutan yang sangat lebat.
Gunung Waka (Golo Waka) pertama kali saya kunjungi sejak duduk di kelas VI di SDI Golo Kompol, Kec. Pacar Kab. Manggarai Barat dalam kurung waktu lima belas tahun silam. Gunung ini pernah gersang dan hampir punah akibat ketidaksadaran masyarakat melakukan penebangan hutan secara sembarangan. Masyarakat Helung, Kake, Weri dan Puing yang memiliki lahan di puncak gunung ini ramai-ramai membabat hutan untuk dijadikan lahan tanaman jagung dan tanaman lainnya.
Pasca kondisi hutan ini hampir punah, masyarakat mulai sadar. Berkat sentuhan kesadaran para tokoh masyarakat dan tokoh adat sehingga kondisi hutan Gunung Waka (Golo Waka) hari ini cukup lumayan lebat dan sejuk, walaupun belum seperti semula. Gunung ini masih haus akan bibit kayu yang segar dari masyarakat.
Sabtu, 23-24 Januari 2021 saya bersama kawan-kawan bernostalgia kembali dalam sebuah camping singkat di puncak Gunung Waka (Golo Waka). Sekian lama tidak melihat panorama alam ini, akhirnya rasa kerinduan kami terobati. Puncak gunung ini merupakan salah satu puncak tertinggi dataran lembah daerah Pacar. Keindahan alam ini sangat cantik, panorama alam dengan hamparan hijau disekelingnya menambah keanggunan yang menarik tak ada duanya dimata para penikmat petualangan.
Jarak yang ditempuh dengan jalan kaki dari jalan poros Ndiuk-Ruteng menuju puncak Gunung Waka (Golo Waka) kira- kira 3 kilo meter. Jalan berkelok-kelok naik turun bukit menuju puncak ini membuuhkan tenaga yang ekstra. Namun, sebagai generasi pecinta petualangan, apapun tantangannya jangan menyerah dan harus mencoba.
Hembusan angin sepoi-sepoi disekeliling jalan yang berkelok-kelok menambah kesejukan hati. Generasi milenial silsilah keturunan suku Waka selama pandemi Covid-19 sudah mencoba berpetualang setelah jenuh dirumahkan secara terus menerus.
Puncak Gunung Waka (Golo Waka) yang sangat indah ini merupakan titipan dari Tuhan yang sekian lama tesembunyi dimata para penikmat petualangan. Keindahan alam ini merupakan ciri khas suatu daerah yang mesti dijaga dengan sepenuh hati. Keindahan alam yang cantik ini merupakan salah satu surganya daerah Pacar yang akan terasa berbeda jika sampai di puncaknya yang sejuk.