Tombo Adak Anak Rona-Anak Wina Dalam Budaya Manggarai

  • Whatsapp

Oleh: Aldi Jemadut

Budaya Manggarai memiliki banyak istilah praktis dan pragmatis yang dapat mempererat tali kekeluargaan dan persaudaraan dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Budaya Manggarai tidak dapat diubah atau dirombak sesuai dengan kemajuan zaman yang begitu cepat.

Lahirnya sebuah budaya tentu memiliki sejarah yang akurat sehingga semua kekayaan budaya Manggarai bertujuan untuk membangun peradaban masyarakat, khususnya daerah atau budaya Manggarai tersebut.

Dalam budaya Manggarai ada sebuah istilah Woe Nelu. Woe Nelu itu melahirkan struktur baru yang disebut Anak Rona dan Anak Wina. Anak Rona (Keluarga besar pihak Gadis).

Dalam konteks sosial budaya Manggarai, Anak Rona berasal dari keturunan pria atau yang disebut orang dalam (Ata One), sedangkan Anak Wina berasal dari keturunan anak perempuan atau yang disebut orang luar (Ata Pea’ng). Anak Wina-Anak Rona muncul karena ada hubungan perkawinan, dimana pihak pria disebut Anak Wina dan pihak perempuan disebut Anak Rona.

Lahirnya istilah Anak Rona tentu tidak terlepas dari sejarah peradaban Manggarai pada masa lampau. Anak Rona merupakan bukti dari upaya untuk mempertahankan keturunan alias wa’u dalam bahasa Manggarai. Adanya hal ini tentu berdasarkan sejarah masa lampau yang telah dibuat oleh nenek moyang. Istilah tersebut tidak asal dibuat begitu saja, tentu memiliki unsur keutamaan yang sangat spesifik dan penting bagi nenek moyang pada zaman itu.

Anak Rona adalah pemberian gadis kepada Anak Wina melalui hubungan cinta yang telah direstui atau disetujui oleh pihak Anak Rona tersebut. Pihak Anak Rona berhak untuk menentukan atau memilih keluarga laki-laki untuk menjadi Anak Wina, dan itu tidak ada unsure paksa dari pihak lain. Namun, berdasarkan kesepakatan dari pihak Anak Rona sebagai pemilik anak perempuan. Jadi disini Anak Rona itu dikatakan sebagai dewa keturunan untuk berkembangnya keluarga baik keluarga dalam (one) atau luar (pea’ng).

Walaupun kedudukan Anak Rona sangat dihormati, sebaliknya Anak Rona juga sangat menghargai Anak Wina. Anak Rona sebagai pemberi gadis meminta sejumlah tuntutan yang merupakan kewajiban bagi Anak Wina. Tetapi kewajiban Anak Rona adalah memberikan anak gadisnya untuk tinggal beserta Anak Wina atau pihak suami (Rona) Anak Wina (keluarga besar pihak laki).

Anak Wina adalah penerima gadis yang dimana telah diberi secara sah oleh keluarga besar Anak Rona. Hal ini Anak Wina atau pihak laki-laki menerima gadis yang telah diberikan oleh Anak Rona atau keluarga besar perempuan yang secara restu atau sah memberikan anak gadis mereka untuk tinggal bersama Anak Wina atau pihak laki laki sampai maut memisahkan. Anak wina pun berhak memilih gadis yang disukainya tanpa ada unsur paksaan dari pihak lain atau dari pihak Anak Rona itu sendiri karena ini merupakan sebuah hak dari Anak Wina atau pihak laki-laki untuk memilih siapa saja gadis yang disukainya.

Anak Wina juga memiliki begitu banyak urusan terhadap anak gadis, salah satunya Wale Sida. Wale Sida adalah permintaan bantuan untuk laki atau pihak Anak Wina dalam membantu urusan pernikahan dari saudara istrinya. Hal ini, pihak Anak Wina tidak menolak apa yang telah (sida) oleh pihak gadis atau Anak Rona. Tapi hal ini, pihak Anak Wina tidak menerima begitu saja “Sida” dari Anak Rona. Untuk menentukan menerima atau tidak “Sida” tersebut itu berdasarkan Lonto Leok dari keluarga Anak Wina itu sendiri. Oleh karena itu, dengan perundingan yang telah dilakukan oleh pihak Anak Wina itu sendiri baru mereka berbicara bersama dengan pihak Anak Rona berkaitan dengan “Sida” tersebut. Maka pihak Anak Wina berusaha memenuhi permintaan atau sida yang telah di berikan oleh pihak Anak Rona atau keluarga dari si gadis.

Adat Manggarai memiliki sebuah sejarah yang berbeda dengan sejarah budaya lain. Budaya Manggarai juga sangat unik. Uniknya, budaya Manggarai itu karena gaya tradisi atau kebiasaan di dalamnya tidak sama dengan budaya Bajawa, Ende Lio, Maumere ataupun budaya lainnya.

Oleh karena itu, dituntut agar generasi penerus atau generasi milenal wajib menjaga dan mengetahui betapa pentingnya budaya Manggarai untuk diayomi atau dilestarikan.

Budaya Manggarai perlu dijaga agar tetap kokoh dan kuat serta segala istilahnya sehingga tidak hilang ataupun pudar. Maka dari itu, sebagai generasi milenal Manggarai harus berusaha menjaga kelestarian budaya yang unik dan bersejarah ini.

Tentang Penulis:
Penulis adalah Alumni SMAN 1 Pacar Noa dan Mahasiswa asal Manggarai Barat, Kec.Pacar Kab.Manggarai Barat.

Pos terkait