ARLISAKADEPOLICNEWS.COM—JAYAPURA. Membangun Papua menuju masa depan yang lebih baik adalah kerinduan dan harapan yang dicita-citakan. Sehingga untuk mencapainya telah dilakukan berbagai cara dan upaya, termasuk kerja keras, namun sampai hari ini kesejahteraan yang diidam-idamkan belum bisa dicapai seutuhnya. Itu sebabnya sebuah pendekatan alternatif yang ditawarkan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE, MSi adalah “jalan budaya” kembali ke kampung adat.
Hal ini diungkapkannya ketika menjadi keynote speaker dalam diskusi webinar yang diselenggarakan Lembaga Transformasi Tanah Papua bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Jayapura dalam rangka memperingati Hari Pekabaran Injil ke 166 tahun di Tanah Papua yang bertepatan hari Jumat, 05 Februari 2021 di Jayapura.
Dalam kesempatan itu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, MSi mengatakan Masyarakat Adat Papua punya banyak sekali potensi sumber daya alam, tapi fakta hari ini banyak orang asli Papua yang hampir sebagian besarya hidup di kampung-kampung berada dalam posisi yang memprihatinkan. Padahal, kata dia, mereka memiliki berbagai potensi sumber daya alam yang luar biasa banyaknya, tapi mereka semakin tergerus dalam perkembangan dunia yang bergerak dalam sistem kapitalis yang telah mengglobal.
Itu sebabnya, pendekatan pembangunan yang mau ditawarkan, kata Bupati Mathius adalah melalui jalan budaya. Pendekatan Jalan budaya adalah pendekatan alternatif yang dapat menjadi pilihan untuk membangun masa depan orang asli Papua.
Disebutkan, orang Papua tidak bisa dipisahkan dari adat-istiadat dan budayanya, karena melalui adat-istiadat dan budaya itu mereka telah hidup ratusan tahun sehingga ada banyak kearifan adat dan budaya itu telah menjadi identitas yang mengatur mereka untuk banyak urusan tentang kehidupan.
“Mereka memiliki batas-batas wilayah adat, sistem kepemilikan dan pola pengelolaan sumber daya alam, sistem kepercayaan atau religi, sistem ekonomi, dan berbagai sistem pengetahuan (knowledge) yang sebenarnya menjadi potensi untuk membangun diri mereka sendiri”, jelasnya.
Itu sebabnya, kata Bupati Jayapura, Matius Awoitauw, SE, MSI bahwa pendekatan jalan budaya selama ini kurang diperhatikan padahal menyimpan banyak misteri yang seharusnya digali oleh kita semua.
Dikatakan, pihaknya telah lama bekerja untuk mengkristalkan ide kembali ke kampung adat dan berupaya melegalkannya dalam regulasi daerah berupa peraturan daerah (Perda) sehingga upaya itu menjadi sesuatu yang memberi kepastian hukum.
Diskusi yang melibatkan peserta dari berbagai kalangan dan narasumber yang kompeten itu dipandu oleh Septer Manufandu, SP, MSi yang juga memiliki sarat pengalaman mendampingi masyarakat adat di Papua.
Masih dalam moment itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, mengatakan, pemerintah telah membuka ruang dan mengakui keberadaan masyarakat adat. Hal itu terlihat melalui kebijakan negara dengan menghadirkan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, sehingga Otsus itu menjadi salah satu bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat adat.
Dikatakan, ketika Otsus menyebut Orang Asli Papua, maka sebenarnya rujukannya adalah pada masyarakat adat yang hidupnya di kampung-kampung adat.
Di Kabupaten Jayapura ada 14 kampung adat dari 9 wilayah adat yang telah diakui pemerintah daerah dengan Perda Masyarakat Adat dan Perda Kampung Adat. Kampung-kampung adat ini tersebar pada 16 distrik di Kabupaten Jayapura.
Menurutnya, Kampung Adat adalah kampung yang sepenuhnya dikelola secara adat, berbicara menggunakan bahasa daerah, berlaku hukum adat, dan pemanfaatan sumber daya alampun berbasis marga/klan karena batas-batas wilayah dan kepemilikan sumber daya alam itu telah diatur dalam hukum adatnya. Berbeda dengan kampung biasa yang di sana berdomisili masyarakat yang heterogen dan tidak berlaku hukum adat.
Itu sebabnya dengan adanya pengakuan melalui kehadiran regulasi daerah, sebenarnya pemerintah menyadari bahwa masyarakat adat memiliki potensi diri yang luar biasa tapi tidak terdokumentasi dengan baik, sehingga potensi itu tidak bisa dinikmati untuk kesejahteraannya tapi sebaliknya mereka semakin terpuruk dan hidup dalam kemiskinan yang berkepanjangan.
Untuk itu, pihaknya sedang berupaya melakukan pemetaan terhadap seluruh potensi masyarakat adat, termasuk tanah-tanah adat untuk didokumentasikan secara baik karena dengan pemetaan tersebut selanjutnya akan dibuat dalam dokument-dokument terkait sejarahnya, kepemilikannya, luasannya dan lain sebagainya sehingga memberi jaminan kepastian. Sehingga dari kejelasan itu dapat memberi manfaat ekonomi bagi mereka di kemudian hari.
Dijelaskan, UU Otsus telah sebenarnya memberi arahan untuk memproteksi hal ini, sehingga diharapkan kabupaten/kota di Tanah Papua harus berkreasi menjalankan semangat otsus itu, (afirmasi, proteksi, perlindungan dan pemberdayaan) terhadap orang asli Papua.
“Kita belum maksimal memanfaatkan otsus untuk kesejahteraan orang asli Papua”, ujarnya.
Itu sebabnya, lanjutnya, kita sedang berkolaborasi dengan perguruan tinggi (Universitas Cenderawasih), Pemerintah Pusat, Lembaga Administrasi Negara (LAN), NGO untuk melakukan diskusi dan kajian-kajian strategis sehingga ada pemikiran-pemikiran baru untuk mendorong “jalan budaya” sebagai wujud kontribusi kita bagi negara untuk merancang dan mendesain kebijakan-kebijakan yang humanis sehingga dari kebijakan itu kita dapat Membangun Masa Depan Papua yang lebih baik dalam negara ini. (***)








