ARLISAKADEPOLICNEWS.COM—JAYAPURA. Pandemi covid-19 telah menjadi momok yang mengerikan dan menghancurkan berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Kendati demikian, tidak menyurutkan semangat bagi Sekolah Papua Harapan untuk beradaptasi di tengah terjangan pandemi Covid-19 tersebut. Hal ini terungkap dalam webinar Teacher Conference Sekolah Papua Harapan dengan tema : Melangkah bersama menghadapi tantangan pendidikan abad 21 di Papua pada Sabtu, (17/4) pagi di Sentani Jayapura.
Webinar tersebut menghadirkan para pembicara antara lain : Pendiri Sekolah Papua Harapan, Walace Dean Wiley, Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Christian Sohilait, ST, MSi dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, Ted Yones Mokay, S.Sos, MSi.
Webinar tersebut diikuti 138 peserta dari berbagai komponen masyarakat yang tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat dan dari beberapa daerah di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Pendiri Sekolah Papua Harapan, Walace Dean Wiley mengatakan bahwa pendidikan merupakan cara yang paling ampuh untuk membentuk karakter, itu sebabnya Sekolah Papua Harapan merupakan tempat dimana dirinya berkerinduan untuk membentuk karakter generasi muda Papua melalui sistem pendidikan yang baik dan bermutu.
Dikatakan bahwa Sekolah Papua Harapan dibentuk dengan visi utama membentuk Character, Attitute, Skills dan Habbit (CASH) pada diri anak sehingga dalam jangka panjang anak-anak Papua yang dihasilkan Sekolah Papua Harapan benar-benar memiliki karakter, sikap, keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang menjadi harapan masa depan sehingga mereka-mereka ini dalam 10-30 tahun ke depan dapat mengambil alih kepemimpinan di Tanah Papua dan Indonesia pada umumnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Christian Sohilait, ST, MSi mengatakan bahwa hari ini semua pihak dipaksa untuk menghadapi kenyataan pandemi covid-19 yang sangat sulit, meski demikian ia mengatakan bahwa hari ini kita sedang diperhadapkan dengan tantangan abad 21 yang mengharuskan segala sesuatu dikerjakan dengan memanfaatkan kekuatan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga tak heran semua aktivitas dilakukan dengan menggunakan internet, termasuk dunia pendidikan
untuk itu, kata dia, ada empat aspek yang perlu dilakukan apabila ingin memasuki tantangan abad ke 21, Pertama, memberantas buta huruf. Kedua, membangun sekolah berpola asrama/sekolah sepanjang hari. Ketiga, program guru pintar. Keempat pengadaan jaringan internet/wifi & perangkat pembelajaran IT.
Kendati demikian, dirinya tidak bisa menampik bahwa hari ini Papua sedang menghadapi empat masalah yang cukup rumit yakni masalah regulasi, sarana dan prasarana, lingkungan dan sumber daya manusia.
Pertama, Masalah regulasi antara lain, belum ada grand design pendidikan untuk 50-100 tahun ke depan, belum ada regulasi yang jelas dan terintegrasi tentang pengajaran guru dengan standar nasional dan UU Otsus Papua, selain itu penerapan regulasi Otsus belum maksimal kurikulum lokal belum diterapkan merata sesuai kearifan lokal dan perdasus/perdasi pendidikan belum disusun.
Kedua, masalah sarana dan prasarana, kata Kadis Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Papua, Chris Sohilait bahwa jaringan internet tidak mendukung, sarana dan prasarana sanagt terbatas, termasuk akses jalan dan ketersediaan buku-buku paket sebagai bahan pembelajaran.
Ketiga, Masalah lingkungan, kata dia, antara lain menyangkut pembelajaran yang sering terganggu oleh lingkungan seperti pemalangan, perang suku, acara sosial dan keagamaan, faktor ekonoi menjadi masalah pendidikan Corporate Sosial Responsible untuk pendidikan masih terbatas adanya eksploitasi anak-anak masih sering terjadi untuk bekerja, menual koran dan keterlibatan dengan kekerasan, termasuk masalah lokal seperti gender dan pergaulan bebas.
Dan keempat, masalah sumber daya manusia. Masalah SDM kata dia antara lain adalah terbatasnya guru di semua jenjang pendidikan. Saat ini Papua baru memiliki 5.124 orang guru, sedangkan untuk idealnya Papua membutuhkan sebanyak 10.910 orang guru, kemudian, masalah berikut adalah rendahnya prestasi siswa yang diukur secara nasional, angka putus sekolah pun masih tergolong tinggi, khususnya untuk anak usia SMA antara 16-19 tahun lalu seringnya guru-guru yang meninggalkan tempat tugas dengan berbagai alasan sehingga masih dibutuhkan peningkatan kapasitas guru.
Untuk itu, dalam menghadapi masalah-masalah tersebut, setidaknya Pemeritah Provinsi Papua harus bisa mengatasi masalah guru, ketersediaan sarana dan prasarana, masalah siswa, lingkungan dan regulasi.
Dijelaskan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat juga menjadi alasan bahwa anak-anak di Kabupaten Jayapura tidak semuanya bisa memanfaatkan teknologi informasi komunikasi untuk menunjang pembelajaran. Dan hal itu, kata dia, bukan saja murid-murid tetapi juga para guru. Oleh sebab itu, perlu ada kolaborasi semua pihak untuk memberi dukungan bagi Pemerintah daerah sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dan semua anak-anak dapat menikmati pembelajaran
Dijelaskan bahwa karakteristik wilayah kabupaten Jayapura, juga menjadi salah satu alasan bahwa pembelajaran tidak bisa seluruhnya dilakukan dengan menggunakan teknologi internet, misalnya seperti Distrik Airu yang jauh dari perkotaan sehingga keadaan itu membuat pembelajaran harus dilakukan dengan sistem luring atau tatap muka.
Sehingga untuk melangsungkan pembelajaran maka anak-anak yang tidak bisa memanfaatkan teknologi dapat datang ke sekolah untuk mengambil bahan pembelajaran dengan memperhatikan protokol kesehatan lalu kembali ke rumah dan melakukan pembelajaran dari rumah. Keadaan ini memang membutuhkan peran serta orang tua, guru dan pemerintah agar proses belajar dapat dilakukan dengan baik dan anak-anak dapat menikmati hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan secara baik dan bermutu.
Meski keadaan pandemi Covid-19 cukup memprihatinkan namun Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui Dinas Pendidikan tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan sesungguhnya.
Untuk itu guna menata masa depan memasuki tantangan abad ke 21 setidaknya kita harus melihat perubahan zaman bahwa paradigma pendidikan pun telah berubah sehingga harus memperhatikan hal-hal berikut yaitu, pendidikan harus berfokus pada anak, interaktif dan berjejaring, berbasis tim dan kooperatif, aktif menyelidiki dunia nyata dan kontektual serta kebenaran itu beragam dan sesuai dengan konteksnya.
Meski demikian, Mokay tidak menampik bahwa ada tantangan-tantangan dalam memasuki abad 21 yaitu pertama, dibutuhkan keterampilan literasi teknologi Informasi dan komunikasi sehingga dapat menopang guru dan siswa untuk berproses disana, kedua, dibutuhkan keterampilan berpikir kritis, lalu kemampuan menyelesaikan masalah (problem solver) dan keterampilan komunikasi yang efektif serta kemampuan untuk berkolaborasi.
Dengan demikian, kata dia, meski situasinya seperti ini, namun kita harus tetap optimis dan harus bisa beradaptasi dengan teknologi sehingga kita bisa memacu diri untuk tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab kita untuk mendukung proses belajar dari anak-anak kita sehingga anak-anak kita bisa tetap belajar di masa-masa seperti ini. *(Gabriel Maniagasi)