Mengenal Lebih Dekat Mappadendang di Atakka Kabupaten Soppeng

  • Whatsapp

ARLISAKADEPOLICNEWS.COM-SOPPENG. Mappadendang adalah tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang dulu, dan masih dipertahankan oleh masyarakat sampai sekarang. Mappadendang sendiri merupakan wujud kesyukuran kepada sang pencipta, atas rezeki berupa limpahan hasil panen padi yang diperoleh.  Mappadendang atau lebih dikenal dengan sebutan pesta tani, pada suku bugis diadakan dalam rangka besar-besaran.

Acara mappadendang akan dimulai dengan penampilan Tari Mappadendang. Pada tarian ini, para pria akan menumbuk alu kosong dengan irama tertentu. Setelah itu, para wanita akan menari diiringi musik atau gendang. Penari pria akan menggunakan lilit kepala serta, seluar lutut kemudian melilitkan kain sarung bercorak. Sedangkan para wanita wajib menggunakan baju bodo, baik saat menari maupun saat menumbuk alu. Dan alat-alat yang digunakan pada saat mappadendang yaitu Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter, lebarnya 50 cm, lesungnya mirip perahu kecil (jolloro; Makassar) namun berbentuk persegi panjang, enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras ataupun bambu berukuran setinggi orang dan berukuran pendek, kira-kira panjangnya setengah meter.

Muat Lebih

banner 728x90

Sanggar Dipanegara (Sangdipa) Universitas Dipa Makassar adalah organisasi yang berorientasi pada bidang seni dan budaya. Dalam kegiatan Study Tour Budaya yang diselenggarakan pada 9 April 2021, Sangdipa mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan salah satu Narasumber yang ada di Kabupaten Soppeng tepatnya di Dusun Atakka Desa Mariorilau  Kecamatan Marioriwawo.

Masyarakat juga melakukan beberapa hal sebelum melakukan yang namanya Mappadendang yaitu Mappasitudang Tudangeng yang artinya perkumpulan masyarakat,dimana laki-lakinya melakukan gotong royong di sumber mata air di dusun tersebut atau biasa disebut Bujung Lompoe, Dan perempuannya membawa berbagai macam makanan untuk dimakan secara bersama ditempat itu dan tidak ada paksaan untuk membawa makanan,hanya sebisa dan semampunya. Tujuan Mappasitudang Tudangeng adalah untuk membersihkan sumber mata air supaya air tetap lancar dan tanaman padi berkembang dengan baik serta masyarakat dapat menggunakannya dengan baik dan lancar. Setelah Mappasitudang tudangeng, maka malamnya terlaksanalah Mappadendang.

“Jadi, pertama kalinya lagi diadakan Mappadendang karena pernah satu kali kita tidak adakan dalam satu tahun alhasil air langsung tidak seimbang dengan kolam yang kanan dan kiri, dan air juga berhenti mengalir pada saat itu. Tetapi masyarakat langsung sadar dan mengingatnya bahwa dia tidak melaksakan Mappadendang tahun ini, jadi masyarakat langsung menyiapkan untuk malamnya nanti dilaksanakan Mappadendang, dan penjaga sumur itupun juga langsung naik dan ada sebuah cerita bahwa pada saat itu juga ada masyarakat sekitar yang bernama Madi, dia mandi dan ada seorang yang menawarkan sabun kepadanya tapi Madi menolaknya karena dia pikir apabila dia pake sabun itu dia bahkan susah untuk membersihkannya karena air sumur sampai saat itu tidak mengalir, pada saat Madi menengok kebelakang untuk melihat seseorang itu orangnya pun hilang dan airpun langsung mengalir dengan deras karena Mappadenndang pada saat itu juga sedang berlangsung, maka masyarakat tambah percaya akan adanya kekuasaan allah dan adat tradisi Mappadendang itu perlu dilestarikan. “ Kata Ambo Habbe.

Pemerintah sekitar juga mendukung adanya budaya Mappadendang ini, sering kali dihadiri apabila tidak sibuk, bahkan pemerintah juga sering turun tangan membawa berbagai makanan untuk dimakan bersama-sama pada saat Mappadendang. Itulah juga alasan mengapa setiap diadakan Mappadendang tepatnya hari sabtu atau minggu, karena supaya masyarakat dapat hadir semua tanpa terkecuali bahkan pegawai-pegawai juga dapat hadir di acara Mappadendang tersebut.

Untuk mewujudkan semua itu, masyarakat dan pemerintah sendirilah yang berperan penting dalam menjaga kelestarian budaya kita. Sebagai masyarakat yang berbudaya, sudah sepatutnya kita tetap menjaga kearifan lokal dan turut melestarikan tradisi yang kita miliki. Sementara pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang berperan penting dalam menciptakan tatanan masyarakat yang tetap mencintai budaya dan tradisi yang kita miliki. (***)

Pos terkait