ARLISAKADEPOLICNEWS.COM-SULBAR. Empat bulan lebih Jejaring Mitra Kemanusiaan-Oxfam mendampingi masyarakat terdampak Gempa Sulbar di Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene. Beberapa program respons bencana berbasis inklusi sosial telah terlaksana. Dari bantuan langsung tunai, pembangunan sanitasi, advokasi, hingga pelatihan kepemimpinan perempuan.
Ada empat rancangan utama JMK-Oxfam sejak melakukan pendampingan di Desa Lombong Timur, Desa Bambangan, Desa Kayuangin, dan Desa Maliaya. Di antaranya program WASH (Water and Sanitazion Hyigiene), Gedsi (Gender , Equality , Disablity, and Social Inclusi), Community Organizer, dan CTP (Cash Transfer Program) Shelter.
Untuk CTP Shelter JMK-Oxfam memberikan bantuan tunai bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia senilai Rp 1,5 juta kepada 700 KK penyintas gempa.
Tim Program Shelter juga memberikan pelatihan mitigasi dasar dan rekomendasi pembuatan rumah tahan guncangan gempa.
Aida sebagai Shelter Assistant JMK-Oxfam, berujar bahwa timnya menemukan sejumlah persoalan pada komposisi bahan pembangunan rumah-rumah warga selama ini. Salah satunya, penggunaan pasir laut yang dianggap kurang layak karena mengandung garam sulfat (MgSO4).
“Sudah banyak kasus seperti itu, makanya kami sarankan agar lebih selektif memilih bahan bangunan. Kami juga telah menawarkan bagaimana hunian yang memperhatikan aspek gempa, termasuk imbauan agar membangun rumah, minimal 100 meter dari bibir pantai, Sabtu 22 Mei 2021.
“Sistem Air Bersih”
JMK-Oxfam bidang program WASH melakukan terobosan dengan membuat proyek terbilang jumbo. Konsorsium Jejaring Mitra Kemanusiaan itu membangun Instalasi Pengelohan Air Sederhana (IPAS) dengan membuat Bangunan Penangkap Mata Air (BPAM) di lahan milik warga atas nama, Wawan di Desa Kayuangin.
“Jarak dari mata air (intake) ke permukiman sekitar 1,4 km,” ujar Technical Assistant program WASH JMK Oxfam, Andi Iskandar Harun, Sabtu kemarin.
Iskandar mengklaim JMK-Oxfam Menggunakan pipa berkualitas tinggi yang memperhatikan aspek kebencanaan. Material lainnya juga dipastikan mampu bertahan hingga 5-6 tahun ke depan. “Tinggal bagaimana merawatnya, supaya tetap awet,” ucapnya.
Sesuai rencana, sistem air bersih ini akan mengaliri permukiman warga di Dusun Kayuangin Utara dan Kayuangin Selatan. Kedua dusun itu dihuni sekitar 110 Kepala Keluarga.
“Nanti akan dibentuk juga Badan atau Komite Pengelolaan Air, supaya warga terlibat memelihara dan merawat prasarana ini ketika proyek kami sudah selesai,” ujarnya.
Kepala Dusun Kayuangin Utara, Mashudin mengapresiasi program tersebut. Sejak gempa kata dia, sumber air untuk MCK kurang layak, karena menggunakan air bendungan sungai.
“Kalau musim hujan, pasti keruh. Sejak gempa, malah makin parah. Makanya, kami siap mehibahkan lahan untuk Intake dan Tugu Air di beberapa titik,” ucap Mashudin.
Selain itu bidang WASH juga membuat proyek Latrine (jamban umum) dan fasilitas CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) di sejumlah titik pada empat desa tersebut. Fasilitas umum itu disebut ramah perempuan dan kelompok rentan lainnya.
“Pengalaman di Palu kemarin, banyak Latrine menjadi tempat pelecehan seksual. Kita mau menghindari potensi itu terjadi lagi,” ucap Staff Wash JMK-Oxfam, Munawir.
“Stunting dan Perkawinan Anak di Bawah Umur”
JMK-Oxfam juga melakukan program Gedsi (Gender, Equality, Disablity, and Social Inclusi), Staf Gedsi, Gabriela Botilangi menjelaskan beberapa kegiatan mereka selama mendampingi 4 desa di Kecamatan Malunda tersebut.
“Saat ini kami aktif melaksanakan sosialisasi tentang Gedsi. Awalnya cukup rumit, tapi pelan-pelan, masyarakat mulai terbuka,” ujarnya.
Persoalan klasik, kata Gaby, apalagi menyangkut perkawinan anak di bawah umur yang berimbas pada tingginya kasus stunting menjadi salah satu fokus mereka. BPD Desa Bambangan Syahrin juga mengakui masalah itu. Dia menyebut, hampir 40 persen anak perempuan yang lulus SMP memilih menikah ketimbang melanjutkan sekolah.
“Soal itu memang menjadi PR kami. Masyarakat kami mungkin masih tabu soal konsep keseteraan itu. Salah satu faktornya mungkin pemahaman agama dan tradisi,” kata Syahrir di Kantor Desa Bambangan, Sabtu 22 Mei kemarin.
Syahrir melanjutkan bahwa Pemdes sudah memaksimalkan keterlibatan perempuan dalam merumuskan berbagai kebijakan desa. Oleh karena itu, kedepannya ia berharap agar ada formulasi kebijakan yang bisa mengatasi stunting dan perkawinan anak tersebut.
“Semoga ke depan kita bisa membuat peraturan desa dalam hal membatasi perkawinan anak,” ucap Syahrir.
“Pelibatan Masyarakat”
JMK-OXFAM juga melakukan program pengorganisasian masyarakat. Rancangan kerja ini bertujuan untuk mengajak atau mendorong warga desa terlibat aktif mengadvokasi berbagai persoalan di desa mereka.
“Kami merekrut pemuda untuk dilatih menjadi CO (Community Organizer). Nanti mereka yang akan mengawal program kami setelah kami keluar akhir bulan Mei nanti,” ujar Koordinator Pilar 2 Management JMK-Oxfam, Sanusi, Sabtu 22 Mei 2021.
Sanusi menambahkan bahwa peran masyarakat sangat penting terhadap keberlanjutan program JMK-Oxfam yang sudah terlaksana. Sanusi menegaskan, dalam melaksanakan advokasi nanti para CO harus berbasis data, supaya kebijakan yang lahir tidak prematur.
“Kami membimbing mereka agar mampu menganalisa masalah sebelum memberi rekomendasi. Sejauh ini, kami sudah punya beberapa catatan kepada pemerintah untuk ditindak lanjuti,” ucap Aktivis SUAR Indonesia tersebut.
Kepala Desa Lombong Timur, Bahtiar mengapresiasi berbagai kegiatan para pekerja sosial maupun relawan selama masa respons bencana gempa Sulbar.
Di Desanya, JMK-Oxfam memberikan bantuan sekitar 200 KK bantuan tunai dari total 300 KK. Juga sejumlah jamban umum dan CTPS.
“Setiap dusun saya libatkan pemuda untuk memelihara fasilitas umum. Saya pribadi sangat senang dengan kehadiran para relawan ini,” ujarnya. (*)