Opini: Menanti Kinerja Menteri di Balik Polemik dan Euforia

  • Whatsapp

Penulis : Renny Puteri Harapan Rani S.I.Pem., M.AP (Ketua Umum Nasional Perkumpulan Intelektual Madani Indonesia, Direktur Utama Media Arlisakadepolicnews.com)

Pelantikan Pilpres berlangsung sukses pada 20 oktober lalu, namun bukan hanya itu yang disorot publik. Sepertinya publik lebih menyorot pada formasi kabinet dan pelantikan menteri yang 53 persen berasal dari profesional dan 47 persen dari partai politik. Sedikit meleset dari rancangan awal yang mana Jokowi mengatakan akan merekrut 55 persen dari kalangan profesional dan 45 persen dari partai.

Muat Lebih

banner 728x90

Sepekan berlalu, bahasan terkait deretan nama yang mengisi kabinet indonesia maju Jokowi – Ma’ruf masih ramai. Terasa betul euforia yang mengiringi terkuaknya “siapa dapat apa?”, tak sedikit nama yang menjadi highlight dan menjadi bahan perbincangan. Saya merangkum setidaknya empat nama sebagai top highlights.

Top one tentu saja ada nama Prabowo Subianto. Pernah menjadi rival dan kompetitor Jokowi pada Pilpres April lalu, Prabowo memastikan keputusannya didasari niat mulia dan akhirnya memilih memperkuat Kabinet Indonesia Maju dengan mengisi posisi Meteri Pertahanan. Jelas keputusan tersebut menjadi polemik di kalangan pendukung Prabowo pada Pilpres kemarin, sehingga pro kontra atas hal ini tentu saja menjadi eforia yang cukup menyita atensi publik terlebih karena ini pertama kali terjadi di dunia.

Berada pada posisi top two yaitu Dr. Terawan. Sempat menjadi kontroversi beberapa tahun lalu, Dr. Terawan akhirnya duduk sebagai Menteri kesehatan. Keputusan Jokowi ini sempat ditolak oleh MKEK dan IDI dengan alasan bahwa yang bersangkutan sedang menjalani sanksi pelanggaran etik kedokteran.

Top three ada nama Erick Thohir selaku Menteri BUMN. Meski dikenal sebagai pebisnis ulung dan kiprahnya di dunia olahraga sudah tak diragukan lagi, namun publik menilai mulusnya perjalanan Erick Thohir melenggang menuju kursi menteri tak lain karena kedekatan dirinya dengan Jokowi dan pernah ditunjuk sebagai Ketua Indonesian Asian Games Organizing Committee (Inasgoc) yang sukses menggelar Asian Games pada 2018 lalu.

Dan top four ada Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan. Nadiem menjadi pembicaraan bukan hanya karena dirinya sebagai CEO Gojek yang belakangan ini menjadi bulan-bulanan publik khususnya kaum milenial dan berimbas munculnya banyak meme yang mengaitkan bakal sepak terjang nadiem nantinya sebagai menteri dengan mekanisme aplikasi gojek, Nadiem kemudian menjadi pembicaraan karena adanya sorotan tajam dari para elit Muhammadiyah yang menilai bahwa keputusan Presiden tersebut adalah kurang tepat.

Empat top highlights di atas menjadi menarik untuk diulik mengacu pada konstelasi politik belakangan ini juga rekam jejak dan kompetensi yang terus dipertanyakan. Kondisi ini kemudian mengingatkan kita terhadap sisi skeptisme Plato pada zaman Yunani kuno.
Pemahaman bahwa politik adalah problematik dan krisis kualifikasi kepemimpinan sepertinya membuat Plato “mendorong” untuk bagaimana memilih yang lebih baik dari yang ada. Lalu pertanyaannya, apakah keseluruhan nama yang mengisi Kabinet Indonesia Maju memang dianggap layak oleh publik?

Jawabannya mau tak mau harus menunggu beberapa saat ke depan. Dengan berbagai polemik dan euforia yang berkembang pada akhirnya akan menggiring semua mata tertuju pada gebrakan apa dan bagaimana kinerja para menteri setidaknya 100 hari ke depan. Hanya itu cara yang mampu membuat publik menilai, tentunya berdasarkan persepsi masing-masing. Terlebih lagi karena Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa dirinya tak segan mencopot menteri yang tak berkinerja baik.

Harapan publik sudah pasti bukan menyaksikan “adegan” copot – mencopot jabatan, akan tetapi bagaimana kabinet kali ini mampu menjawab seluruh problematika bangsa pada segala lini. Tak hanya sekedar kontrak kesepakatan politik dan afiliasi tendensius antar elit sebab ini tentang bangsa indonesia, yang tak cukup dengan gimmick, tarik-menarik kepentingan dan euforia semata namun wajib dijawab dengan komitmen serta kinerja optimal dan prestisius para pemangku kekuasaan.

(rn/dnws)

Pos terkait