DEPOLICNEWS.COM. Makassar.
Pentas pilkada sudah mulai dekat, sebagaian para kandidat mulai menyiapkan diri untuk memulai aksinya masing-masing. Dalam proses pemilhan Kepala Daerah sangat ditentukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat popularitas dan elektabiltasnya di tengah masyarakat.
Tidak terlepas dari hal itu semua kandidat memanfaatkan media sosial ( FB, WhastUp, Twitter) melakukan polling untuk mengetahui tingkat pengenalan masyarakat terhadap dirinya.
Nah, timbul sebuah pertanyaan, apakah polling di media sosial bisa mengukur tingkat popularitas dan elektabilitas seorang kandidat?.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Koordinator Peneliti Sulawesi Selatan, Citra Komunikasi – Lingkaran Survei Indonesia Bapak Ahmad Nur mengatakan polling menggunakan sosial media tidak bisa menjadi indikator untuk mengukur tingkat popularitas dan elektabilitas seorang kandidat, karena sampel dan metodologi yang digunakan, Polling Sosial Media ini kecenderungan hanya diisi oleh para pembaca media.
“Kembali ke sebaran sampel dan metodologi yang digunakan, Polling online ini kan kecenderungannya hanya diisi oleh para pembaca media tersebut, dan kita tidak tahu soal latar belakang para pembaca yang terlibat pada Polling tersebut, apakah dia terdaftar sebagai pemilih di tempat dilaksanakannya Polling, apakah sudah memilih atau belum cukup umur. Jadi Polling online sepertinya agak susah dijadikan sebagai indikator representasi popularitas dan elektabilitas, karena sulit dipertanggung jawabkan secara ilmiah”, jelasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua Forum Komunikasi Relawan Jokowi 2 Periode (Forkom Relawan JKW2P) Sulawesi Selatan itu mengatakan perbedaan yang paling mencolok adalah sebaran sampel, polling online hanya menggunakan media tetapi tidak menentukan sampel.
“Perbedaan yang paling mencolok adalah sebaran sampel, polling online kan hanya menggunakan media pertanyaan baik melalui media cetak ataupun media elektronik, tapi tidak menentukan sampel. Kalau survei jelas penentuan sampelnya dan sebarannya merata tergantung DPT”, lanjutnya.
Menurut Ahmad Nur perbedaan lain terhadap polling online dengan survey yaitu standar margin tidak jelas.
“Standar margin untuk polling juga tidak jelas, sedangkan survei itu tergantung dari sampel, semakin banyak sampel dan semakin merata sebarannya maka marginnya semakin kecil”, tutupnya.