Oleh: Abang Wawwe.
Laju waktu siap melindasmu tanpa henti
Kala kencang angin menerpa
api lentera padam oleh tiupannya
untuk meredam tiap motif suci
Kita akan tetap tersesat di tengah kebun keyakinan
seperti Adam tersesat hanya oleh sebuah benih
tidak ada tempat untuk menghindar dari penghujatan
jangan bertanya siapa yang dilahab api neraka.
Sebentar lagi badai datang silih berganti
bersama petir dan kilat
entah ke siapa ia akan menyambar
seperti Adam tersambar petir keangkuhan
bagaimana kita harus mengakui kesucian kita ?
Memang kisah yang unik
tapi tidak ada lagi mukjizat
maklum saat ini kita berada di bawah langit yang gelap
badai hujan yang keras tak henti-hentinya jatuh
bersama luberan air bah.
Kita tak harus menjadi Nuh
harus membangun bahtera kebajikan
kita hanya menghindari lingkungan yang sudah tidak pantas dihuni
lingkungan dimana nasehat dan tanggung jawab diabaikan
lingkungan yang telah dinodai oleh sikap kolektif bebal
yang selalu bersikukuh pada kemauannya sendiri.
lalu akhirnya kita berdoa
tapi doanya tidak punya tenaga
Janganlah meniru Ibrahim berdoa dengan sungguh-sungguh
hingga dikaruniai seorang putera
dunia yang saksikan olehnya merupakan sebuah kosmos
bukan dunia kekacauan,
marilah kita kembali ke awal kisah seperti semula.
Terik panas itu tidak lagi menyengat
butiran pasir tak lagi berterbangan
kita berlimpahan air
takkan ada lagi tangis bayi kehausan
seperti Ismail kehausan di tengah padang
Kini betapa hebatnya manusia memutus mata rantai ujian
Kegelapan akan bertambah dan jalan pun akan lenyap.
Kita terus-terusan memberontak
Tapi tak sekuat Yusuf membela saudara-saudarinya
Dari tipu muslihat lewat mimpi
Kecemasan, takut mungkin kengerian selalu mengusai kita
Asmara yang najis kadang merobohkan semuanya
Hingga akhirnya hasrat nafsu itu mengalahkan iman.
Kini kehidupan berubah menjadi penjara
Jeruji-jeruji itu menemani hari
Hanya berteman sunyi, sepi dan gelap
Diasingkan dari segalanya
Kita sudah kehilangan hidup
Sebab kita mempertahankan
Bukan lagi mengorbankannya.
Segala bentuk penindasan itu tertanam rapi
Keranjang peti itu seperti menunggu kita untuk lekas pergi
Tak ada yang mampu melawan itu
Tak ada yang seperti Musa melawan kekejaman
Terjungkal termakan perdaban yang onani.
Hanya orang-orang seperti Ayub yang kuat
Hanya merekalah yang memiliki kesabaran yang teguh
Imam mereka bukanlah sebuah karcis masuk dalam gedung pertunjukan
Kemewahan itu nantinya akan menguap musnah.